Pertahanan Perbatasan : Menjaga Kepentingan Nasional RI

Pertahanan Perbatasan : Menjaga Kepentingan Nasional RI

Oleh Harmen Batubara

Pertahanan Negara Di Perbatasan. Penting untuk diperhatikan bahwa ancaman dapat bervariasi tergantung pada lokasi geografis dan konteks politik masing-masing negara. Langkah-langkah keamanan perbatasan yang efektif bertujuan untuk mengatasi ancaman yang ada dengan meningkatkan pengawasan, berbagi intelijen, kerja sama antarlembaga, dan kerja sama internasional, yang meliputi:

Perdagangan Narkoba: Perbatasan negara sering dieksploitasi oleh kelompok kriminal terorganisir yang terlibat dalam perdagangan narkoba; Perdagangan Manusia dan Penyelundupan: Pelaku perdagangan manusia mengeksploitasi individu yang rentan, termasuk perempuan, anak-anak, dan migran, dengan membuat mereka menjadi pekerja paksa, eksploitasi seksual, atau bentuk pelecehan lainnya; dan Terorisme dan Kejahatan Terorganisir Transnasional: Kelompok teroris dapat menggunakan daerah perbatasan sebagai rute transit, tempat persembunyian, atau sebagai titik peluncuran serangan.

Seperti apa pertahanan RI dalam menjaga Kedaulatannya? Seperti apa pertahanan RI di Perbatasan? Kemampuan pertahanan seperti apa yang kita punya di area Perbatasan serta area Flash Points? Pertahanan negara adalah benteng utama dalam menjaga kepentingan Nasional. Kepentingan Nasional itu terdiri dari kepentingan nasional Abadi dan termaktub dalam Konstitusi kita pada Pembukaan UUD 1945  yang meliputi  Kedaulatan Nasional, Integritas Teritorial dan Keselamatan Bangsa, serta Kepentingan Nasional Dinamis yang muncul akibat perkembangan lingkungan strategis. Perkiraan ancaman yang dihadapi Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun kedepan oleh Kemhan digambarkan  sebagai Skenario Ancaman dan berupa : kekuatan Militer asing terlibat dalam gerakan Separatisme; Penggunaan KEKUATAN MILITER DALAM KONFLIK PERBATASAN; Tekanan asing disertai kehadiran Militer dalam mengamankan akses terhadap sumber energi di Indonesia; Kehadiran Militer Asing di ALKI dalam mengamankan jalur ekonomi; Kehadiran Militer asing dalam kerangka memerangi Terorisme; Terorisme Internasionald dan Kejahatan Internasional; dan Intervensi Kemanusiaan dalam konflik horizontal dan vertikal.

Baca Juga : Pertahanan Negara,  Poros Maritim dan Industri Pertahanan Nasional

Pertahanan yang baik Itu Penting. Dalam tatanan hubungan bilateral dengan negara-negara tetangga kita harus bisa melihat bahwa hakekat Hubungan dalam suatu issu harus dilihat sebagai interaksi kepentingan Nasional dari negara pihak berupa spectrum memberi dan menerima dari titik ekstrim positif (aliansi) sampai dengan titik ekstrim negative (perang) untuk mencapai suatu posisi yang dapat diterima kedua negara  pihak sesuai pertimbangan kepentingan nasionalnya. Sedangkan hakekat hubungan Bilateral adalah forum dimana masing-masing negara MENDESAKKAN KEPENTINGAN NASIONALNYA dengan maksud aliansi-aliansi adhoc yang secara dinamis berubah sesuai topic-subyek yang dibicarakan.

Memang saat ini terkait perbatasan, semua terlihat biasa saja. Tetapi adanya indikasi Pertahanan RI masih belum siap di perbatasan dapat dilihat dari berbagai kejadian seperti : Pada saat ini Indonesia lagi demam PilPres dan Pileg, jadi berbagai informasi utama nasional saat ini tengah sibuk dengan peristiwa tersebut. Pada Era SBY Indonesia pernah di tuduh Australia. Dituduh Tak Becus Jaga Perbatasan. Kala itu menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop mengatakan Indonesia gagal dalam menjaga wilayah perbatasannya? sehingga sindikat pencari suaka bisa lolos dan berlayar menuju ke Australia dan Selandia Baru. Logikanya, kalau Indonesia menjaga perbatasannya dengan baik. Pastilah Australia tidak akan kedatangan kapal-kapal pengungsi. Beda, kalau hal itu memang dibiarkan Lolos oleh penjaga perbatasan Indonesia.

Baca Juga : Tank Harimau Banyak Diminati,Dan Unggulan Medan Asia 

Indonesia juga Tidak atau Belum Siap di Perbatasan. Tapi untunglah masalah Ambalat sudah dapat diselesaikan oleh kedua Negara. Kemudian masih ingat dengan insiden pendaratan tanpa izin helikopter Malaysia? Memang terlihat soal sepele, sebuah Helikopter  yang membawa Menteri Dalam Negeri negara itu mendarat di Pulau Sebatik, Kalimantan Utara, pada Minggu, 29 Juni 2015. Secara logika, ya wajar saja helicopter salah sasaran di perbatasan. Tapi dari kacamata Pertahanan, itu satu indikasi adanya kelemahan yang mendasar. Tidak jelas seperti apa SOP para petugas kita di perbatasan. Mereka memang punya pos di sana, tetapi mereka punya kesibukan yang berbeda. Helikopter itu bebas pergi, karena personel TNI yang bertugas di sana tidak siap. Tidak siap dalam artian, tidak dibekali perangkat yang memang seharusnya ada dan siap di operasionalkan.

Fakta ini juga bisa memperlihatkan seperti apa porsi yang diberikan oleh kekuatan pertahanan kita di perbatasan. fakta pada pukul 11.40 WITA, Jumat 26 Juni 2015. Mesin pesawat yang baru mendarat setelah melakukan PATROLI DI PERBATASAN itu  tiba-tiba mati sebelum berhasil masuk ke dalam taxy way. Pesawat TNI AL itu kemudian ditarik secara manual oleh para petugas bandara dan anggota TNI masuk ke area parkir. Butuh waktu sekitar 12 menit untuk bisa menarik badan pesawat ke area parkir. Untunglah kejadian tersebut tidak mengganggu jadwal penerbangan di Bandara Juwanta Tarakan,” begitu kata Kepala Bandara Juwata Tarakan, Syamsul Bandri waktu itu. Dalam pandangan kita, ya seperti layaknya Angkot yang tidak terawat, saat dibutuhkan malah tidak bisa “narik”. Tetapi masa-masa seperti itu memang sudah lewat.

Kalau Lengah Perampok Laut Bakal Datang.

Pada tahun 2016 ada berita dari perbatasan, dua kapal berbendera Indonesia dibajak di perairan perbatasan Malaysia dan Filipina. Kelompok Abu Sayyaf membajak kapal jenis tugboat Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 di perairan Languyan Filipina pada Sabtu 26 Maret 2016. Sebanyak 10 WNI menjadi tawanan kelompok milisi tersebut dan meminta uang tebusan sebesar 50 juta peso atau Rp15 miliar. Berselang beberapa hari, terjadi lagi pembajakan terhadap kapal berbendera Indonesia lainnya, yakni kapal Tunda TB Henry dan kapal tongkang Cristi pada Jumat (15/04) pukul 18.31 waktu setempat, saat kapal dalam perjalanan kembali dari Cebu, Filipina, menuju Tarakan, Kalimantan Utara. Kelompok pembajak menculik empat ABK dan menembak satu orang. Masalahnya jadi memanjang karena? Filipina tidak atau belum mengijinkan TNI masuk wilayahnya untuk membebaskan Sandra. Filipina juga tidak menganjurkan RI bayar tebusan guna bebaskan sandera dan Militer Filipina masih upayakan pembebasan sandera Indonesia dan juga Malaysia. Kita hanya bisa berdoa semoga Sandra dapat selamat dan bertemu kembali dengan keluarganya (Semuanya sudah bebas).

Seperti apa sebenarnya kemampuan pertahanan kita di perbatasan?  Saya lalu ingat dengan apa yang disampaikan (waktu itu masih ) Calon Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI). Jenderal Gatot Nurmantyo. Kala itu beliau mengakui, kekuatan militer belum selaras untuk menjaga wilayah perbatasan Indonesia. Menurut beliau, perlu sistem untuk menyelaraskan kekuatan Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Itu artinya Kodam Perbatasan, Armada dan Pangkalan Udara untuk area perbatasan belum ada atau masih belum dalam satu komando.

Berbeda dengan Indonesia Malaysia, jauh-jauh hari telah membenahi system pertahanannya di perbatasan, khususnya di area sekitar Ambalat. Untuk mendukung mobilitas mereka telah menggelar kekuatan Tri Matra nya dengan baik. Malaysia telah menjadikan wilayah itu sebagai Pusat Armada AL Timurnya di Tawau, dan juga Pusat Pangkalan Kapal Selamnya di wilayah yang sama. Semua lapangan Udara di wilayah kota-kota perbatasannya dapat di darati oleh pesawat tempur dengan panjang landasan minimal 2650 meter. Mereka juga sudah menggelar meriam perbatasan 155 mm di sepanjang perbatasan; laskar wathaniahnya atau komponen cadangan sudah ada diperbatasan; dengan kata lain, pertahanan mereka sudah dikerjakan dengan baik dan sinergis dengan infrastruktur dan tata ruang wilayahnya.

Program aksi Pertahanan TNI

Para pemerhati TNI masih melihat hingga saat ini TNI masih “melanjutkan” paradigma pertahanan tentara Hindia Belanda yang tugas pokoknya memang relatif sama dengan tugas ABRI di era Orde Baru, yaitu mengawal pemerintahan serta menjaga industri dan obyek strategis mereka. Karena itu, pasukan TNI terpusat di Jawa dan hanya ada sedikit di kota-kota besar luar Jawa.

Berbagai kesempatan dan peluang TNI untuk kembali sebagai agen perubahan serta jadi pertahanan bangsa dan negara untuk keluar dari belenggu realitas masa lalu. Salah satunya adalah dengan program redislokasi pasukan TNI yang selama ini terkonsentrasi di Jawa ke seluruh wilayah, khususnya di perbatasan dan pedalaman. Dengan redislokasi pasukan TNI, otomatis akan terjadi pergeseran arus manusia dan barang dari semula terpusat di Jawa menjadi tersebar di seluruh wilayah. Dengan demikian, TNI disamping mengemban Tugas Pokoknya, juga akan tampil sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi dan pelopor pembuka kawasan ekonomi baru.

Redislokasi pasukan TNI juga akan memperkuat konsep otonomi daerah karena secara tidak langsung akan mampu menangkal keinginan wilayah tertentu untuk memisahkan diri dari NKRI. Di samping itu secara tidak langsung akan mengokohkan kebinekaan karena akan terjadi perkawinan silang antara keluarga dan prajurit muda TNI dengan penduduk setempat. Dan tentu saja, biaya penjagaan wilayah perbatasan bisa dialihkan untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit TNI. Program redislokasi TNI juga tidak perlu dengan biaya APBN karena bisa ditempuh dengan model “tukar guling” dengan lahan eks markas kesatuan terkait yang umumnya berada di kota-kota besar di Pulau Jawa yang harganya jauh lebih mahal daripada di luar Jawa.

Dengan prioritas untuk penyebaran lembaga pendidikan dan pusat kecabangan/kesenjataan, program redislokasi pasukan bisa dimulai kapan saja karena tidak memengaruhi strategi dan konsep pertahanan yang ada. Kelak setelah melalui pengkajian yang matang, baru giliran bagi pasukan tempur di Jawa yang realitanya selama ini banyak yang “idle“, dengan prioritas untuk wilayah perbatasan dan pedalaman.

Sebenarnya, berbagai hal terkait perbatasan dan pertahanan-saya hanya ingin mengatakan bahwa sejauh kepentingan nasionalnya para pihak di kawasan masih bisa di tolerir oleh para pihak, maka tidak ada alasan untuk khawatir. Hanya saja, semakin banyak kepentingan nasional para pihak yang di paksakan untuk suatu wilayah, maka tidak ada kata lain; harus ada upaya nyata untuk lebih mempersiapkan atau memperkuat kekuatan pertahanan dengan semestinya. Nah kalau itu intinya, maka sungguh banyak yang harus di benahi. Masih banyak wilayah kedaulatan nasional yang belum terjaga secara semestinya. Misalnya di wilayah perbatasan; Kemampuan monitoring (radar) TNI masih terbatas;  integrasi dengan radar sipil juga masih belum jalan apalagi optimal. Kemampuan Patroli juga masih sangat lemah belum lagi di wilayah lain seperti di Kepulauan Riau; termasuk ke wilayah utara sampai Natuna Patroli lautnya antara ada dan tiada, apalagi di Udara.

Harus kita akui, kekuatan pertahanan di perbatasan itu nyaris tidak ada. Lanud Tarakan misalnya baru tergolong kelas C yang belum bisa mengakomodasi “pesawat tempur”, lapangan di Nunukan apalagi, malah tidak bisa didarati oleh pesawat tempur. Kodam sendiri, meski kodam perbatasan juga tidak dilengkapi dengan kemampuan Mobud (Mobiliasi Udara) dan Mobilisasi Laut. Perbatasan kita juga tidak punya “meriam batas” sejenis meriam pantai. Dahulu Kemhan sudah membeli Drone untuk pengintai perbatasan, tetapi sekarang sudah tidak terdengar lagi.  Sementara drone nya Malaysia secara nyata sudah menjalankan missinya dengan baik dan itu terpantau oleh radar kita sendiri.

Panglima Komando Operasi Angkatan Udara II kala itu, Marsekal Muda Barhim mengatakan, melihat situasi tersebut TNI SUDAH HARUS membuat skadron tempur di Tarakan. Hemat kita tentu, hal atau program seperti itu, bukan pola dadakan; dia harus muncul dari hasil kajian yang teruji. Kemudian ada keinginan dari pihak AU untuk menaikkan klasifikasi Pangkalan Tarakan dari sebelumnya dikomandanin Letkol, nanti jadi Kolonel. Saat ini Tarakan masuk dalam pangkalan Kelas C bisa jadi Kelas B. Kalau begitu namanya pangkalan operasi,” ujar Barhim di Tarakan, Kalimantan Utara, Kamis, 11 Juni 2015. Ia menjelaskan, dengan peningkatan kelas, pangkalan ini bisa menyimpan pesawat militer, khususnya pesawat tempur yang akan mendarat di tempat ini. Tapi itukan baru rencana? Realisasinya entahkapan.

Memang sekarang ini kita harus akui, pemerintah lagi “demam Pilpress dan Pileg”, para pihak  sedang sibuk-sibuknya bertarung. Tetapi setelah semua itu usai. Maka sudah saatnya Pemerintah kembali memulai pembangunan wilayah perbatasan. Dari berbagai informasi yang kita punya, memang langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah dalam membangun perbatasan sepertinya sangat menjanjikan. Tapi kan hal seperti itu, bukan berarti kita membiarkan wilayah perbatasan kita tidak terjaga sebagaimana mestinya. Ya kan?  Membangun oke, penuh keterbatasan ya nggak masalah, tetapi kita tetap wajib menjaga perbatasan kita dengan baik, dengan perangkat yang semestinya.

Seperti apa pertahanan RI dalam menjaga Kedaulatannya? Seperti apa pertahanan RI di Perbatasan? Kemampuan pertahanan seperti apa yang kita punya di area Perbatasan serta area Flash Points? Pertahanan negara adalah benteng utama dalam menjaga kepentingan Nasional. Kepentingan Nasional itu terdiri dari kepentingan nasional Abadi dan termaktub dalam Konstitusi kita pada Pembukaan UUD 1945  yang meliputi  Kedaulatan Nasional, Integritas Teritorial dan Keselamatan Bangsa, serta Kepentingan Nasional Dinamis yang muncul akibat perkembangan lingkungan strategis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *