Kogabwilhan, Komando Tri Matra Pertahanan Negera Kepulauan

Kogabwilhan, Komando Tri Matra Pertahanan Negera Kepulauan

Oleh harmen batubara 

Apa yang bakal terjadi di Laut China Selatan dan juga seperti apa penyelesaian Konflik antara China dan Taiwan semata-mata merupakan cara China memperlihatkan kemampuannya dalam “memanfaatkan” kedua potensi itu bagi keuntungan globalnya. Soal Taiwan? China selalu mengatakan bahwa itu adalah urusan dalam negeri China. Negara lain tidak boleh ikut campur. Masalahnya Amerika Serikat tetap ikut campur, mereka tetap akan menudukung Taiwan sebagai Negara sahabat mereka, terlepas dari berbagai resiko yang bakal mereka ambil. Begitu juga dengan Laut China Selatan, selama ribuan tahun wilayah ini merasakan kenyamanan terkait berbagai usaha para pihak atau nelayan dalam mencari ikan, dan bahkan terjadi interaksi yang positip bagi para nelayan itu sendiri, mereka bisa mencari ikan dan bahkan bertaransaksi diantara sesama mereka. Masalahnya China melakukan klaim dan memanfaatkan terumbu karang di kepulauan paracel dsk sebagai pangkalan militernya di sana. Maka semua tetangganya, merasa terganggu. Kini masalahnya bisa jadi akan menjadi sumber pemicu konflik bagi para pihak yang memang mau “cari perkara”, khususnya antara Amerika dan China?  Sejatinya sebagai pengamat, saya pribadi ingin juga bisa melihat konflik ini jadi perang sungguhan antara Amerika-China. Masalahnya, kedua Negara ini tidak bakalan mau perang sungguhan, kalau melihat mereka tidak bisa secara mudah memenangkan peperangan tersebut. Nah itulah, masalahnya.

Satuan TNI Terintegrasi di Natuna, Kepulauan Riau, diresmikan. Pembangunan kekuatan ini menunjukkan respons TNI terhadap perkembangan geopolitik di kawasan, terutama eskalasi di Laut China Selatan. Hal itu disampaikan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto saat meresmikan Satuan TNI Terintegrasi Natuna di Pelabuhan Faslabuh TNI Angkatan Laut, Selat Lampa, Natuna, Selasa (18/12/2018). Hadi mengatakan, satuan yang menggabungkan matra darat, laut, dan udara ini adalah bentuk pembangunan kekuatan TNI agar bisa memberikan daya tangkal terhadap ancaman di perbatasan. Menurut Hadi, tujuan pembangunan Satuan TNI Terintegrasi adalah sebagai bentuk respons atas situasi geopolitik di Laut China Selatan yang terus mengalami eskalasi. ”Meskipun Indonesia bukan negara pengklaim, ada batas-batas maritim Indonesia yang bersentuhan dengan negara lain,” katanya.

Satuan TNI Terintegrasi mulai dibangun tahun 2016. Hadi menjelaskan, ke depan Satuan TNI Terintegrasi direncanakan menjadi Komando Gabungan Wilayah Pertahanan. Ia menambahkan, walaupun sudah diresmikan, menurut rencana akan banyak pengembangan dilakukan di Natuna.

Komando Tri Mtra atau Komando Wilayah Gabungan telah mulai di rancang pada saat era Presiden SBY. Pada waktu itu, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) telah menyusun struktur baru untuk membangun pertahanan Indonesia yang lebih kuat. Struktur baru itu dinamakan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan). Panglima komando akan dijabat oleh jenderal bintang tiga.

“Struktur baru ini dibentuk untuk memperkuat koordinasi operasi TNI dalam mempertahankan wilayah Indonesia. Rencana struktur baru ini sudah didiskusikan sejak lama. Saat ini sudah difinalisasi, tapi belum ditentukan berapa jumlah Kogabwilhan yang akan dibentuk,” ujar Purnomo.

Baca Juga :  Natuna, Klaim Tiongkok dan Laut Natuna Utara

Ada beberapa alternatif, bisa empat, tiga, atau dua komando gabungan (kogab). Kalau empat kogab, akan ada Timur, Tengah, Barat, dan Pulau Jawa. “Tapi, keputusan ada di tangan Presiden. Dalam waktu dekat akan diputuskan oleh Presiden,” kata Purnomo[1].

Dibentuknya Kogabwilhan ini sangat penting dalam pelaksanaan operasi mengingat luasnya wilayah Indonesia. Pembentukan struktur baru ini juga sudah sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2010 tentang Organisasi TNI.Penambahan struktur baru ini, ungkap Wakil Menhan Sjafrie, tidak akan menambah jumlah anggota TNI. Kebijakan Kemhan untuk 2014 terkait sumber daya manusia (SDM) adalah tidak ada pertumbuhan (zero growth).”Kebijakan SDM zero growth. Kami hanya mengganti personel-personel yang pensiun. Kalau tahun ini pensiun ada 13.000 personel, ya kami akan rekrut 13.000 orang,” kata Sjafrie. Jumlah anggota TNI ini saat ini sudah cukup besar, sekitar 500 ribu.

Indonesia Harus Jadi Negara Yang Kuat

Indonesia adalah negara kesatuan yang sejak dulu mengambil jalan non aliansi dengan mengambil jalan politik bebas aktif. Indonesia tidak punya kawan sehidup semati dalam pertahanan dan tidak punya teman yang bisa membantu meski suatu saat Indonesia membutuhkannya. Itulah Indonesia. Kita memilih sebagai Bangsa yang bebas aktif.Tetapi bila dilihat dari pertahanan kekuatan dan Komando yang dimiliknya. Sungguh sangat riskan melihat keberlangsungan kehidupan negara bangsa ini. Sejatinya, diatas kertas kekuatan pertahanan kita selalu mendapat pujian dari negara sahabat, mereka selalu menyebut kekuatan pertahanan kita tidak memerlukan Alutsista modern, karena menurut mereka, dengan bambu runcing sajapun para agresor akan berpikir puluhan kali. Sebagai anak bangsa, kita senang mendengarkan pujian seperti itu. Tetapi kalau kita peka, sesungguhnya bisa saja mereka hanya mengolok-olok kita.

Secara fakta, Indonesia sebenarnya sudah dikelilingi oleh kekuatan militer dengan aliansi yang mendunia. Pertama Indonesia dikeliling oleh negara-negara Five Power Defence Arrangements yang terdiri dari Australia, Selandia Baru, Malaysia, Singapura, dan Inggris yang sudah lama eksis dan itu sudah operasional takkala Indonesia melakukan ganyang Malaysia ditahun 60an dahulu. AS sejatinya adalah pemegang supremasi kekuatan militer di kawasan ini yang terus memelihara dan terus mempererat persekutuannya dengan Jepang, Korea Selatan, Filipina, Taiwan, Australia dan Singapura. Dalam rangka menjaga Sustaining US Global Leadership khususnya bagi sepeuluh tahun kedepan, AS sudah menempatkan sekitar 60 persen kekuatan armadanya di Asia Pasifik, termasuk di antaranya 2.500 marinir di Darwin, Australia, dan pangkalan sementara bagi Littoral Combat Ships Armada Ketujuhnya di Singapura.Tetapi dengan munculnya Tiongkok sebagai kekuatan baru di kawasan? Apakah Amerika dan sekutunya memerlukan penyesuaian? Meski secara teoritis kekuatan Tiongkok baru tidaklah ada apa-apanya bila di sandingkan dengan kekuatan AS apalagi ditambah sekutunya.

Ketegangan yang terjadi di Laut Tiongkok selatan, sesungguhnya dengan nyata memperlihatkan kepada kita bahwa aliansi kekuatan AS dan sekutunya berikut negara-negara Five Power Defence Arrangements berdiri di satu pihak, berhadapan dengan negeri Tiongkok dan sekutunya di sisi lain. Diatas kertas kita bisa mengatakan Amerika dan sekutunya tidak akan berbuat sebagaimana yang mereka lakukan di Timur Tengah, tidak ada imbalan yang pantas untuk melakukan konflik secara terbuka di kawasan ini. Imbalannya jauh dari memadai. Tetapi Amerika dipercaya tidak akan membiarkan kalau sekutunya diobok-obok oleh Tiongkok. Tiongkok sendiri sebenarnya sepanjang sejarahnya, justeru lebih banyak dijarah daripada dianggap sebagai negara yang kuat oleh negara Barat malah oleh Jepang sekalipun. Kalau saja kita misalkan Tiongkok berlaku nekat, maka saya juga percaya Amerika juga tidak akan berbuat sesuatu-dan kalaupun terpaksa hanya dalam skala terbatas.

Kogabwilhan dan Otoritas Pertahanan

Pertahanan merupakan kepentingan nasional yang vital karena menyangkut kedaulatan negara. Karena itu, pertahanan harus menjadi bagian utuh dari politik dan kebijakan negara. Seluruh strategi pertahanan harus mampu menggambarkan visi dan sikap negara, baik ke dalam maupun keluar. Pasal 30 UUD 1945 dan juga UU No 3/2002 menggariskan bahwa sistem pertahanan semesta merupakan kebijakan pertahanan negara. Selama ini kita menganut pola defensif aktif dengan cita-cita akan membangun kekuatan yang dapat menghancurkan musuh selagi masih berada di wilayahnya sendiri. Bahwa ternyata sistem pertahanan kita tidak atau belum mampu menjangkau kekuatan seperti itu, ya persoalannya lain lagi.

Mencermati peta kekuatan tersebut diatas, selayaknya strategi pertahanan Indonesia harus dirancang untuk mampu menghadapi berbagai perkembangan dan dinamika yang ada di kawasan. Menurut Achmad Soetjipto, mantan KSAL dan Ketua Persatuan Purnawirawan AL(Visi Baru Pertahanan Indonesia, Kompas.com Juni3,2014). “Kogabwilhan adalah salah satu langkah responsif sekaligus strategi memperkuat diplomasi terhadap negara sekawasan juga dengan Amerika, Tiongkok, India, dan Australia. Atas alasan ini pula Kogabwilhan menurut Menhan akan diposisikan di flashpoint seperti Aceh, Natuna, perbatasan Kalimantan berikut perairan Ambalat, Papua, dan Atambua”. Tetapi apakah pemikiran seperti itu masih valid?

Kogabwilhan yang seperti apa sesungguhnya yang akan dibangun itu? Memang belum ada bentuk yang sudah mengemuka, kecuali masih berupa sketsa-sketsa saja. Acmad Sutjipto misalnya juga masih dalam tahapan mempertanyakan apakah Kogabwilhan yang akan dikembangkan itu nantinya; berupa suatu komando gabungan dengan cakupan maksimalis, yaitu beberapa Kogabwilhan yang masing-masing membawahkan suatu theatre command? Menurutnya kalau membangun Kogabwilhan ya diharapkan ia harus punya kemampuan melancarkan pertempuran salvo pertama dibarengi gebrakan perang kilat tuntas (sharp shorten war) guna meraih kemenangan awal dan merebut posisi paling menguntungkan sampai hadirnya kekuatan penengah, keterlibatan pihak ketiga yang datang melerai.

Selanjutnya dan masih menurut achmad Soetjipto, untuk dapat berjalan efektif, pembentukan Kogabwilhan harus dilengkapi struktur komando yang efisien, responsif, dan cepat. Problema selama ini, kendala TNI melakukan respons cepat terhadap setiap gangguan di wilayah terluar adalah karena sistem birokrasi yang gemuk dan ribet. Sistem yang berlaku saat ini harus segera disudahi terutama menyangkut perangkat pemrosesan dan K3I untuk kecepatan pengambilan keputusan, kemandirian logistik untuk keunggulan manuver, serta bagaimana Kogabwilhan dapat melakukan gelar tempur pada medan tempur tertentu tanpa terkendala sistem komando birokratis. Tanpa dibekali kewenangan dan sarana mutakhir untuk melaksanakan, peran Kogabwilhan akan sama dengan operasi gabungan selama ini, yang berarti tak ada hal baru dari Kogabwilhan. Keberadaan Kogabwilhan malah akan memperpanjang mata rantai komando dan pemborosan anggaran.
Saya juga sempat juga melihat konsep Kogabwilhan dalam versi Luhut B Pandjaitan dalam tulisan beliau (TNI ”Baru” yang Disegani, Kompas, September4,2014). Sebagai suatu konsekuensi dari penegasan kembali Indonesia sebagai negara kepulauan adalah pentingnya reorganisasi Markas Besar TNI dengan dibentuknya Komando Gabungan Kewilayahan sebagai perpanjangan tangan Panglima TNI di wilayah-wilayah Nusantara. Sekarang ini, sejak Komando Wilayah Pertahanan (Kowilhan) dibubarkan tahun 1984, Panglima TNI adalah satu-satunya pihak yang bertanggung jawab atas penggunaan kekuatan militer dari Sabang hingga Merauke. Jelas ini rentang kendali yang terlalu panjang untuk dapat ditangani oleh satu orang panglima di Jakarta.

Baca Pula : Pertahanan Kedaulatan Dan Kemandirian Industri Pertahanan


Seperti jumlah Kowilhan dahulu, Komando Gabungan Kewilayahan yang ideal jumlahnya juga empat, yang membagi habis wilayah Indonesia dalam format organisasi kerangka atau permanen, bergantung pada kesiapan SDM dan kemampuan anggaran nasional. Pengembangan kekuatan TNI tentu saja nantinya disesuaikan dengan jumlah komando itu. Umpamanya, Kostrad harus punya empat divisi infanteri, atau TNI AL punya empat armada bernomor. Begitu pula komando operasional TNI AU disesuaikan dengan kebutuhan untuk melaksanakan operasi militer di wilayah tanggung jawabnya. Diyakini bahwa membangun angkatan bersenjata memang investasi mahal jangka panjang tanpa boleh ada pertimbangan untung-rugi yang normal. Apabila kita percaya adagium si vis pacem para bellum (jika hendak damai, bersiaplah untuk perang), keuntungan yang diperoleh adalah keamanan dan keselamatan negara dan bangsa berikut segala isinya secara optimal sehingga kerugian dalam artian konsekuensi anggaran otomatis jadi marginal.


[1] Struktur baru ini tinggal menunggu keputusan presiden-Itulah salah satu pernyataan Menteri Pertahanan kepada para pemimpin redaksi dan wartawan senior di sebuah hotel di Jakarta pada awal 2014 Saat itu, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan Wakil Menhan Sjafrie Sjamsoeddin, para dirjen, dan para pejabat Kementerian Pertahanan optimistis pada Hari TNI 5 Oktober 2015, Indonesia sudah memiliki Kogabwilhan.