Mimpi Pesawat Tempur Buatan Sendiri Kemhan Malah Beli Yang Bekas

Mimpi Pesawat Tempur Buatan Sendiri Kemhan Malah Beli Yang Bekas

Oleh Harmen Batubara

Kalau kita berkaca atas kemampuan anggaran pertahanan Indonesia pada era SBY memang sangat memperihatinkan. Hal itu karena anggaran pertahanan kita cuma Rp 42 triliun, kurang lebih 4,5 miliar dollar AS. Jumlah itu hanya 0,68 persen dari PDB dan 4,5 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang masa itu Rp 1.000 triliun. Jadi, bayangkan, untuk negara seluas ini, rentang efektif kemampuan untuk menangkal, mencegah, menindak sangat rendah.

Perlu juga kita ketahui, bahwa kalau kita lihat lima tataran pertahanan dalam arti luas, pada tingkat pertahanan satelit (cyber), kita bukan pelaku. Pada tingkat strategis nuklir, kita bukan pelaku. Pada tingkat mandala nuklir, kita bukan pelaku. Pada tingkat konvensional, kita pemain pelaku, tetapi bukan dominan. Yak arena kita juga tidak punya kemampuan untuk itu.

Masa[1] itu kita setiap tahun kecolongan 20 miliar dollar AS dari berbagai kegiatan ilegal, seperti pencurian ikan, pembalakan liar, perompakan, dan penyelundupan. TNI dan Polri tidak sanggup mencegah semua ini karena aparat negara yang namanya polisi dan tentara tidak punya kemampuan efektif untuk mencegah penyusupan, penerobosan kapal ikan, nelayan asing, apalagi kapal canggih dari Amerika, China, Australia, dan Jepang.Jadi, pada tingkat konvensional, kita pelaku, tetapi kita masih mengusahakan sebagai kekuatan esensial minimum atau minimum essential force (MEF). MEF itu seharusnya minimum Rp 125 triliun.

Kini kekuatan Ekonomi APBN kita telah mencapai tiga kali lipat (RP 3.061 triliun) dan anggaran pertahanan kita juga sudah meningkat dari RP 45 triliun menjadi Rp132 triliun. Tapi Kemenhan malah Membeli Pesawat Tempur Bekas? Yakni Pesawat Mirage 200-5. Dengan harga “pesawat tempur baru”? Kenapa kita katakana seperti itu. Karena Indonesia pernah “menolaknya” Indonesia menolak hibah satu skuadron pesawat tempur Mirage dari Qatar. Menurut Menteri Pertahanan Juwono[2] Sudarsono tawaran Qatar ditolak karena minimnya anggaran yang tersedia untuk perawatan. “Hibahnya sih oke, tapi pemeliharaannya itu mahal,” kata Juwono Sudarsono di kantornya, Departemen Pertahanan Jakarta, Kamis (19/03/2010).

Menurut dia tawaran hibah ini datang enam bulan yang lalu, disampaikan secara lisan oleh Duta Besar RI di Qatar, Rozy Munir. Sebenarnya, kata Juwono, syarat untuk pelaksanaan hibah pun sangat ringan, yaitu Juwono harus mengirim surat kepada Menteri Pertahanan Qatar. Kini oleh Kemhan malah dibeli dengan hara setara Rp 1 triliun perunitnya.

Pdahal dari segi strategi, yang penting adalah pengembangan pesawat transpor, kapal transpor, dan kendaraan tempur transpor. Itu paling penting karena 70 persen dari persoalan kita adalah pada kebutuhan delivery, pada kemampuan pemerintah untuk menghadirkan basic services. Jadi, tentara itu membantu pemda, membantu kabupaten, untuk menghadirkan makin banyaknya delivery services. Kita tidak perlu seperti Singapura yang punya 20 F-15, tetapi harus tetap punya meski jumlahnya terbatas, punya dua atau enam. Yang penting kita memiliki pesawat tempur modern agar pilot-pilot kita handal dalam mengoperasikannya.

MimPi Buat Pesawat Tempur Sendiri

Kerja sama pembuatan Jet tempur KFX/IFX antara Indonesia- Korea Selatan adalah sebuah harapan yang sudah lama di nanti-nantikan. Indonesia sudah lama memimpikan untuk dapat membangun pesawat Tempurnya sendiri. Indonesia bahkan telah membuat pesawat tempur secara mandiri hanya dalam kurun waktu 10 tahun setelah merdeka. Prototipe pesawat serang anti gerilya Sikumbang[2] diuji terbang pada Agustus 1954. Sikumbang dirancang oleh Komando Depot Perawatan Teknik Angkatan Udara Republik Indonesia, Laksamana Muda Nurtanio Pringgoadisurjo –perintis industri dirgantara Indonesia yang namanya kemudian diabadikan menjadi nama perusahaan industri pesawat terbang Indonesia, PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio (selanjutnya berganti nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara, dan kini berubah jadi PT Dirgantara Indonesia setelah restrukturisasi).

Inhan Dan Kemhan Belum Sejalan

Seperti kita ketahui. KAI KF-21 Boramae/F-33 Fighting Hawk adalah program Korea Selatan dan Indonesia untuk mengembangkan pesawat tempur multi-peran generasi lanjut untuk Angkatan Udara Republik Korea (ROKAF) dan Angkatan Udara Indonesia (TNI-AU), dipelopori oleh Korea Selatan dengan Indonesia sebagai mitra utama. Ini adalah program pengembangan pesawat jet kedua Korea Selatan setelah T-50 Golden Eagle. Nasib proyek jet tempur KFX/IFX kerja sama antara Indonesia dan Korea Selatan kembali mengemuka di tengah-tengah kontrak pembelian pesawat tempur Dassault Rafale buatan Prancis. Sebagai Pemerhati kita juga Heran. Disatu Sisi Indonesia ingin membangun Pesawat Tempur bersama Korea dengan memakai Teknologi Amerika. Tetapi disisi lain Kemhan malah membeli Pesawat Tempur Dassault Rafale buatan Prancis. Seperti diberitakan beberapa waktu lalu, proyek jet tempur KFX/IFX yang merupakan generasi 4.5 terhambat akibat Indonesia menunggak pembayaran biaya yang sudah disepakati bersama. Masalah lainnya ternyata, para insinyur PT Dirgantara Indonesia (PTDI) yang dikirim ke Korea Selatan untuk menjadi bagian tim proyek mengeluh tidak diberi akses, khususnya terkait teknologi tingkat tinggi yang sensitif. Penyebabnya  terhambat disebabkan oleh urusan diplomatik. Korsel menyatakan, Pemerintah Indonesia tidak mempunyai perjanjian akses teknologi tingkat tinggi atau sensitif dengan Amerika Serikat.

Tidak Singkronnya Inhan Dengan Alut Sista TNI

AS sendiri tidak memberikan beberapa teknologi tinggi pada jet F-35 kepada Korsel. Teknologi yang dirahasiakan itu, terkait radar pemindai elektronik aktif (AESA), perangkat pencari dan pemburu inframerah (IRST), targeting POD optik elektronik (perangkat identifikasi & pemandu amunisi presisi udara ke darat), dan perangkat pengacak frekuensi radio. Meski demikian, besar kemungkinan proyek itu akan tetap berjalan. Sebab dampak kerugian finansial yang dialami bisa sangat besar jika Indonesia menarik diri. Indonesia sebenarnya bisa  me“negosiasikan” hal ini kalau jadi membeli F-35 nya Amerika. Tapi Indonesia malah beli Dassault Rafale nya Prancis. Ya sesuatu yang mengherankan…tidak sejalan..dengan pengembangan Industeri Pertahanannya sendiri. Hal serupa juga kita bisa lihat Dalam Pengembangan Tank. Inhan kita mengembangkan Tank Harimau dan Tank Anoa, malah TNI-AD membeli Tank Leopard.

Pertahanan: Impian Indonesia Membuat Pesawat Tempur Sendiri
pertahanan tank Leopard

PEMERINTAH memutuskan untuk melakukan negosiasi ulang[1] terkait proyek-proyek kerja sama perjanjian pengembangan jet tempur Korean Fighter Xperiment/Indonesian Fighter Xperiment (KFX-IFX) dengan Korea Selatan. Selain realitas kondisi rupiah yang mengalami tekanan, keputusan tersebut pun diharapkan akan selaras dengan upaya menghemat APBN. Demikian dikatakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto kepada wartawan seusai rapat koordinasi membahas kelanjutan proyek jet tempur KFX/IFX, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (19/10).”Presiden Joko Widodo memutuskan untuk tidak membatalkan, tapi merenegosiasikan. Jadi kita negosiasikan ulang bagaimana posisi Indonesia agar bisa lebih ringan untuk masalah-masalah yang menyangkut pembiayaan,” ujar Wiranto.

Impian Membangun Pesawat Tempur Sendiri

Empat tahun setelah prototipe Sikumbang terbang, 1958, Indonesia kembali menerbangkan Belalang, prototipe pesawat latih dasar yang kemudian digunakan untuk mendidik calon penerbang di Akademi Angkatan Udara dan Pusat Penerbangan Angkatan Darat. Masih pada tahun yang sama, Indonesia menerbangkan Kunang, pesawat berkursi tunggal. Seperti Sikumbang, Kunang dan Belalang pun dirancang oleh Nurtanio. Sebelum ketiga pesawat itu, pesawat terbang bermotor WEL-X/RI-X telah lebih dulu dibuat oleh Wiweko Soepono pada 1948. Tahun 1938 sebelum Indonesia merdeka pun, putra-putra Indonesia dipelopori Tossin membuat pesawat terbang di salah satu bengkel di Pasirkaliki, Bandung. Pesawat itu kemudian diberi nama PK.KKH.

Baca Juga : Kedaulatan dan Industeri Pertahanan Nasional

Kerja sama pembangunan dan pembuatan pesawat Jet Tempur KFX/IFX boleh dikatakan sebagai bagian dari upaya proses perjuangan membangun pesawat tempur yang telah lama jadi impian Indonesia. Kerja sama  ini menumbuhkan harapan agar Indonesia memiliki pesawat tempur dan kapal perang andal untuk dipakai sendiri untuk mencegah pelanggaran dan menjaga kedaulatan negeri. Pemerintah Indonesia pun tak menyia-nyiakan tawaran Korea Selatan untuk menanam modal plus ikut serta dalam riset dan pembangunan pesawat tempur generasi 4,5.

Kerja sama dimulai dengan penandatanganan kesepakatan yang tidak mengikat tentang pengembangan proyek jet tempur Korea Fighter Experimental (KF-X) oleh Pemerintah Indonesia dan Republik Korea, 9 Maret 2009. Total pembiayaan proyek sampai 2026 ini direncanakan sekitar 8 miliar dollar Amerika Serikat dan dibagi antara Korsel (80 persen) dan Indonesia (20 persen). “Meskipun penyertaan modal Indonesia hanya 20 persen, kita bisa mengakses data 100 persen,” kata Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan Timbul Siahaan. Indonesia juga terlibat dalam semua tahapan, baik perancangan maupun produksi, yakni fase pengembangan teknologi, fase rekayasa dan pengembangan produksi, serta fase produksi dan fase pemasaran bersama.

Baca Pula : Membuka Potensi Ekonomi Memperkuat Pertahanan di Natuna

Tahapan pertama, fase pengembangan teknologi, berlangsung 18 bulan sejak Agustus 2011. Pada tahapan ini dibangun spesifikasi dan kebutuhan sistem, desain konfigurasi KF-X, dan identifikasi teknologi inti pengembangan pesawat tempur. Sebanyak 37 ahli teknik Indonesia dari Kemhan, Institut Teknologi Bandung, TNI AU, dan PT Dirgantara Indonesia (DI) dikirimkan. Indonesia menanggung biaya 10 juta dollar AS sebagai bagian 20 persen penyertaan modalnya.

Tahap rekayasa dan pengembangan produksi sempat tertunda karena Korsel belum menyediakan anggaran. Baru akhir 2014 Pemerintah Korsel mengumumkan dokumen tender dan komitmen pendanaannya. Kontrak antara Kementerian Pertahanan Korsel dan Korea Aerospace Industries (KAI), kontrak penyertaan modal antara Kementerian Pertahanan RI dan KAI, serta kontrak kerja antara PT DI dan KAI ditandatangani 28 Desember 2015. Produksi KAI tidak asing untuk Indonesia. Indonesia adalah konsumen asing pertama untuk pesawat latih KT-1 dan pesawat tempur T-50 Golden Eagle.

Memperkuat Konsorsium

Proyek KF-X[3] berawal dari keinginan Korsel mengganti armada pesawat tempur F-4 dan F-5 yang habis masa pakainya pada 2025-2026 dengan 250 pesawat tempur generasi 4,5. Tender proyek dimenangi konsorsium KAI dengan perusahaan pembuat alutsista Amerika Serikat, Lockheed Martin. Korsel kemudian menawarkan kerja sama penyertaan modal dalam proyek ini ke Indonesia. Dengan penyertaan modal 20 persen, Indonesia akan membawa pulang 50 pesawat tempur yang cukup untuk mengisi tiga skuadron. Namun, sebelum produksi massal itu, KAI dan PT DI harus bekerja sama dan sampai 2021 menyelesaikan enam prototipe. Salah satu di antara prototipe ini akan menjadi milik Indonesia dan diharapkan menjadi cikal bakal pesawat tempur Indonesia Fighter Experimental (IF-X). Selain itu, tambah Timbul, PT DI juga akan menjadi perusahaan yang memproduksi bagian ekor kanan semua pesawat tempur KF-X.

Memang ada persoalan, Indonesia belum memiliki izin ekspor dari Amerika Serikat untuk memproduksi pesawat tempur. Dalam pertemuan dengan Menhan Ryamizard Ryacudu, Menhan Korsel Han Min-Koo mengatakan akan mendukung Indonesia mendapatkan izin ekspor ini. Wakil Presiden Eksekutif Senior dan Manajer Umum KAI Group Jang Sung-Sub mengakui, AS adalah pemain dunia dalam industri dirgantara. KAI tak bisa mengacuhkan sikap AS. “Saya menyarankan Indonesia terus menjaga kerja sama yang baik dengan AS,” tuturnya. Direktur Program KF-XJung Kwang-Sun mengakui pertanyaan ini terlalu sulit dijawab. Namun, hal itu dapat diantisipasi dengan pertemuan tiga pihak, yakni Indonesia, Korea, dan AS. Pemerintah Korsel dan Indonesia harus semaksimal mungkin memuluskan kerja sama ini.

Presiden Direktur KAI Ha Sung-Yong tetap menebar optimisme. “Proyek KF-X/IF-X sangat penting bagi Indonesia, demikian pula untuk KAI. Apa pun masalah yang terjadi, kami akan berusaha supaya proyek ini berhasil,” tuturnya. Disamping perihal Izin dari AS., perlu juga di garis bawahi bahwa Proyek KFX/IFX yang dimenangkan oleh Konsersium KAI KorSel dengan perusahaan AS-Lockheed Martin. Kita tahu Lockheed Martin  juga  tengah menangani  Program pengadaan pesawat jet tempur canggih dan berbiaya lebih murah, F-35 di AS, juga menghadapi berbagai kendala dan keterlamabatan. Dalam prosesnya ternyata pesawat yang F-35 yang diproduksi Lockheed Martin itu tidak semurah seperti yang direncanakan. Waktu pembuatannya juga molor dari jadwal yang direncanakan. Artinya ada hal hal yang memang perlu di lihat secara lebih realistis kembali agar kerja sama RI-Korsel dalam pengembangan Jet Tempur ini nantinya bisa lebih memberikan manfaat.

Wiranto mengaku ditunjuk Presiden untuk mengetuai tim khusus renegosiasi dengan pihak Korsel. Selain itu, rapat tersebut juga membahas kemampuan pembiayaan Indonesia, cost sharing, biaya produksi, alih teknologi, keuntungan hak kekayaan intelektual, pemasaran, dan kemungkinan persentase cost sharing. “Tadi kita membicarakan banyak hal. Sekarang baru dibentuk tim dengan poin-poin yang akan kita bicarakan. Tentunya belum final karena ini butuh waktu setahun. Tetapi mudah-mudahan tidak sampai setahun bisa kita selesaikan,” terang dia.Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Thomas Lembong, menambahkan renegosiasi bertujuan menghemat cadangan devisa negara. Ia pun mengapresiasi sikap pemerintah Korsel yang menyetujui proses renegosiasi dan restrukturisasi kerja sama tersebut.Menurut dia, pokok renegosiasi ialah menunda pembayaran atau cicilan biaya pengembangan pesawat canggih KFX-IFX. Apalagi, kepala negara kedua negara juga sepakat proses renegosiasi harus tuntas dalam tempo 12 bulan.

“Terus terang beban kepada APBN cukup besar, apalagi jangka panjang, puluhan triliun rupiah. Kalau beli puluhan unit bisa sampai ratusan triliun rupiah. Karena itu tidak mungkin kita tak sentuh ketika APBN tertekan dan rupiah cukup tertekan. Akan dievaluasi pasar dan konsekuensi untuk rupiah,” pungkasnya. Pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) berupa pesawat tempur canggih tidak seperti membeli barang umum. Prosesnya pun cukup sulit dan membutuhkan peninjauan lebih jauh, seperti melihat keuntungan bagi kedua negara maupun spesifikasi dari produk yang ditawarkan sebelum transaksi dilakukan.

Salah satu hal yang ingin dicapai pemerintah, selain alutsista, ialah upaya meningkatkan kemakmuran masyarakat atau menekan angka kemiskinan. Kebijakan itu pun memerlukan kerja ekstra karena terkait penataan anggaran. Jet tempur canggih KFX/IFX adalah pesawat semi siluman generasi 4.5 yang dikembangkan Korea Selatan dan Indonesia. DPR menilai proyek tersebut masih dalam fase engineering manufacture development (EMD) atau masih sangat lama untuk proses produksinya. Tidak hanya itu, Komisi I DPR sempat mempertanyakan beberapa hal yang dianggap masih memerlukan koordinasi terkait alih teknologi dengan negara-negara Eropa selain Amerika Serikat, khususnya untuk 4 teknologi utama di dalam pesawat tempur KFX/IFX, seperti radar electronically scanned array (AESA), infrared search and track (IRST), electronic optics targeting pod (EOTGP), dan radio frequency jammer. Bisa dimaklumi bahwa untuk mampu mewujudkan keinginan untuk membangun Pesawat Tempur sendiri itu memang membutuhkan pertimbangan bisnis, kerja sama lisensi dan kemampuan finansial dan SEMANGAT UNTUK MEWUJUDKAN IMPIAN itu sendiri.

[1] MediaIndonesia.com, Jokowi Instruksikan Renegosiasi Pengembangan Jet Tempur Korsel, 19 Oktober 2018  [2] http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160301171750-20-114665/kembangkan-jet-tempur-tonggak-baru-industri-dirgantara-ri/ [3] http://print.kompas.com/baca/2016/04/14/KF-X-IF-X-dan-Mimpi-Jet-Tempur-Indonesia [4] Juwono Sudarsono Jangan Sampai Indonesia Dilecehkan, Kompas, Minggu, 8 Agustus 2010 | 04:44 Wib[5] https://nasional.tempo.co/read/165646/indonesia-tolak-hibah-satu-skuadron-pesawat-mirage