Memperkenalkan Buku Membangun Pertahanan Negara Kepulauan. Bisa jadi tidak banyak pejabat negeri kita atau malah pejabat di lingkungan TNI sendiri yang sadar, dan hanya sedikit yang peduli betapa besarnya manfaat untuk membangun kemampuan industri pertahanan sendiri dalam menjaga kedaulatan. Umumnya yang sering terjadi, mereka tidak tahan akan godaan upeti “uang” yang bakal mereka terima bila melakukan pembelian Alut Sista produk negara sahabat. Cobalah ikuti proses korupsi pengadaan Helikopter AgustaWestland AW101. Kerugian negara diperkirakan sebesar 220 milyar. Kita mesti ingat, dan tidak lupa. Para pejabat yang kita sebut itu juga adalah pimpinan, atau direksi dan penentu di lingkungan Industri pertahanan Nasional. Jadi kalau di sana tidak ada sinergitas. Itulah pertanda bahwa ‘mereka’ tidak peduli. Tetapi kalau terjadi Embargo, maka barulah semua sadar betapa ketergantungan Alut sista pada negara lain itu adalah sebuah petaka. Masih ingat dengan Embargo Amerika dan sekutunya Inggeris tahun-tahun 1999 an? Embargo ketika itu dijatuhkan lantaran Amerika menilai dan juga menuduh Indonesia telah melanggar HAK ASASI MANUSIA dengan menembaki demonstran di Dili, Timor Timur (kini Timor Leste), pada 12 November 1991.
Baca Juga : Membangun Pertahanan Dengan Produk AlutSista Sendiri
Sepuluh tahun embargo AS, waktu itu membuat kekuatan tempur udara Republik Indonesia rontok dan mengalami kemerosotan tajam. Banyak pesawat tempur TNI Angkatan Udara harus di-grounded lantaran tak punya suku cadang. Hal itu misalnya menimpa setengah lusin F-16 Fighting Falcon, sejumlah armada F-5 Tiger, sampai pesawat angkut militer C-130 Hercules yang seluruhnya buatan AS. Lebih parah lagi, beberapa pesawat Hawk 109/209 buatan Inggris, sekutu AS yang dimiliki TNI juga ikut terkena embargo. Embargo membuat banyak pesawat militer RI tak bisa diterbangkan sekalipun kondisinya baik, bahkan tergolong baru. Alhasil sia-sia saja memiliki armada tempur jika banyak yang tak bisa digunakan untuk menjaga kedaulatan wilayah Indonesia.
Lupa Membangun Industeri Pertahanan Sendiri
Industeri pertahanan, selain dapat diandalkan bagi pertahanan negara sendiri, juga bisa jadi kebanggaan serta membuka lapangan kerja. Lihatlah kiprah perusahaan industeri pertahanan besar, seperti Lockheed Martin, EADS, dan BAE System, bisa mempekerjakan karyawan hingga ratusan ribu orang dan memiliki keuntungan jutaan dollar AS dalam satu tahun penjualan. Bisa diperhatikan, omzet terbesar Boeing bukan dari penjualan pesawat jet komersial, melainkan dari produk keperluan militer, seperti pesawat tempur F-15 Eagle, F-22 Raptor, helikopter tempur Apache, helikopter angkut Chinook, dan pesawat angkut militer C-17 Globemaster. Perusahaan ini telah menjadi penggerak roda perekonomian dan industri di negaranya.
Baca Juga : Papua Kemiskinan Pembiaran dan Separatisme
Peneliti Emile Benoit, menemukan hubungan yang positif antara belanja pertahanan suatu negara dan pertumbuhan ekonominya. Menurut Robert De Grasse Jr, belanja pertahanan berperan menciptakan lapangan kerja, peningkatan daya beli, dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Konkritnya, belanja kebutuhan pertahanan yang disalurkan lewat Industri Pertahanan dalam negeri akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi yang pesat memberi ruang fiskal dan kebutuhan lebih tinggi bagi pemerintah untuk meningkatkan belanja pertahanan.
Aspek strategis lainnya adalah spill over effect dari pemanfaatan teknologi hasil riset militer untuk kepentingan sipil. Contoh sederhana saja, pengembangan jet komersial Boeing 747 awalnya merupakan turunan dari prototipe untuk kepentingan militer. Komputer yang kita kenal sekarang juga berasal dari proyek militer yang dirintis AS sejak tahun 1945. Bahkan proyek virtual network yang dikembangkan Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA) tahun 1974 menjadi dasar pengembangan internet yang kita nikmati sekarang. Produk lain, seperti global positioning system (GPS), semikundoktor, mesin jet, pendingin, dll sesungguhnya lahir dari R&D untuk kepentingan militer.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menegaskan, kita menganut sistem pertahanan semesta yang mencakup konsep pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter. Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008 menyebutkan, kesemestaan mengandung makna pelibatan seluruh rakyat dan segenap sumber daya nasional, sarana dan prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara sebagai satu kesatuan pertahanan yang utuh dan menyeluruh. Sistem pertahanan ini tecermin dalam strategi pertahanan nasional yang secara garis besar bertumpu pada nilai untuk mempertahankan diri dari ancaman dan gangguan yang bisa mengganggu kedaulatan negara dan mengancam keselamatan warga negara.
Pengembangan Industeri Pertahanan tidak hanya diarahkan untuk bisa memiliki kemampuan untuk memproduksi peralatan militer, seperti medium tank, roket, pesawat tempur, dan kapal selam, guna mendukung postur kekuatan pertahanan yang ideal, serta menjadikan Industri Pertahanan yang mandiri dan berkemampuan teknologi tinggi, tetapi juga menjadikan sektor industrial pertahanan sebagai salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Pada 2009, anggaran pertahanan nasional masih sekitar Rp 33,6 triliun dan menjadi tiga kali lipat atau Rp 95 triliun pada 2014. Bisa dibayangkan begitu banyak yang bisa kita kembangkan demi tujuan nasional.
Salah satu insentif yang bisa diciptakan untuk memperkuat Industri Pertahanan dalam negeri adalah adanya dukungan dan kesungguhan pemerintah untuk memakai produk Industeri Pertahanan sendiri dan mendapat kontrak lewat kebijakan keberpihakan negara terhadap Industri Pertahanannya. Roh dari seluruh dukungan yang diharapkan dari pemerintah sesungguhnya adalah kepercayaan terhadap produk industry sendiri untuk dapat mengembangkan diri menjadi lebih efisien dan inovatif. Menurut Silmy Karim (Direktur Pindad, 14 Februari 2015) “ Kekuatan pertahanan yang tercipta dari impor senjata adalah semu. Jadi, sudah seterang matahari: kekuatan pertahanan yang digdaya dan strategis bagi bangsa hanya lahir dari kemandirian dan kerja keras”
Kesempatan untuk memperkuat kemampuan industri pertahanan sendiri memang harus selalu diciptakan. Presiden Jokowi kembali mengingat hal ini saat memimpin rapat soal pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI di Kantor Presiden, mengingatkan agar pembelian alutsista dimulai dengan interaksi antar pemerintah untuk menghindari praktek mark-up. “Untuk memperkuat indusri pertahanan nasional, proses pengadaan alutsista harus dimulai dari interaksi antara pemerintah dengan pemerintah, G to G (20/7/2016). “Proses G to G ini akan memperkuat pakta integritas untuk membentuk zona toleransi nol terhadap praktik-praktik korupsi yang ada di negara kita,” imbuhnya waktu itu. Jokowi mengatakan banyak sekali negara yang menginginkan kerja sama pengadaan alutsista dengan Indonesia. Karena itu Jokowi meminta untuk menghitung kebutuhan yang sesuai. “Silakan dihitung, silakan dikalkulasi mana yang memberikan keuntungan kepada kepentingan nasional kita jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang,” ujarnya waktu itu.
Jokowi menambahkan dalam setiap pengadaan alutsista, UU industri pertahanan wajib diberlakukan. Pembelian alutsista juga harus disertai transfer of technology agar mengarah pada kemandirian pemenuhan alutsista. “Sekarang semua nawarin itu, mulai desain bersama yang akan memungkinkan hak cipta atas alutsista baru dimiliki industri nasional, dan juga realokasi fasilitas-fasilitas produksi mereka dari negara-negara produsen ke indonesia,” terang Jokowi. Tawaran-tawaran tersebut harus dioptimalkan sehingga ada terobosan baru dalam pengadaan alat-alat pertahanan. Terobosan baru itu juga harus mengubah pola belanja alutsista Indonesia menjadi investasi pertahanan ke depan.
Jokowi masih menambahkan, “Perlu ditekankan bahwa pengadaan alutsista harus memperhatikan pendekatan daur hidup, tidak boleh lagi kita membeli pesawat tempur tanpa berhitung berkalkulasi biaya daur hidup alutsista tersebut dalam 20 tahun ke depan,” tegasnya. Presiden Jokowi sebelumnya meminta fokus pengadaan alutsista yakni untuk memenuhi postur kekuatan pokok minimum 2024. Dia minta di tahun 2019 sudah harus terlihat kerangka modernisasi TNI. Pertama, TNI AD memiliki alutsista berat seperti TANK MEDIUM, HELI SERBU, DAN PERSENJATAAN INFANTERI KHUSUS. Kedua, TNI AL diperkuat dengan autsista dengan KARAKTER KEMAMPUAN AL SEPERTI KAPAL SELAM, KAPAL PERANG PERMUKAAN, SISTEM PENGINTAIAN MARITIM untuk pengamanan lokasi2 yang punya piotensi konflik.
Ketiga TNI AU diperkuat alutsista strategis berupa PESAWAT2 JET TEMPUR, PESAWAT ANGKUTAN BERAT, SISTEM PERTAHANAN RUDAL, DAN SISTEM RADAR.
Catatan Buku Membangun Pertahanan Negara Kepulauan, ini ibarat memungut kembali tulisan-tulisan yang pernah dimuat di blog wilayahpertahanan.com dan menyajikannya sesuai dengan dinamika yang ada. Kadang diutarakan secara fulgar dan menohok meski secara umum sudah diupayakan agar tulisannya bisa diterima dalam norma kepenulisan biasa. Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas partisifasi berbagai pihak yang tidak bisa kami sampaikan satu persatu di sini. Tetapi Buku dengan rangkaian tulisan ini tidak akan bisa selesai tanpa bantuan mereka. Mereka bisa ada di Kemhan, bisa ada di Pemda terkait, Kemdagri, Kemlu dan Kodam terkait, Perguruan Tinggi Perbatasan terkait dan para pemerhati pertahanan perbatasan. Semoga bermanfaat.