Oleh harmen batubara
Idenya adalah kebijakan pertahanan yang diemban TNI di setiap matra, darat, laut, dan udara, khususnya terkait “gelar kekuatannya” diupayakan untuk mendukung program pemerintah. Hal ini dimaksudkan tugas TNI sebagai penjaga kedaulatan bangsa, juga menjaga wilayah perbatasan dan juga ikut mendorong perkembangan ekonomi di wilayah tersebut. Secara logika tidak ada yang baru dalam hal ini. Hanya saja sekarang pemerintah tengah melakukan pembangunan yang menjangkau seluruh wilayah NKRI, sebagai negara kepulauan, suatu hal yang sangat berbeda dengan pola pembangunan yang ada sebelumnya. Pembangunan yang terlalu terpusat di Jawa.
Dalam program pembangunan Tol Laut misalnya, pemerintah tengah membangun atau membangun kembali atau memperkuat kembali sebanyak 24 pelabuhan laut. Pelabuhan-pelabuhan tersebut meliputi Pelabuhan Banda Aceh, Pelabuhan Belawan, Pelabuhan Pangkal Pinang, Pelabuhan Kuala Tanjung, Pelabuhan Dumai, Pelabuhan Panjang, Pelabuhan Batam, dan Pelabuhan Padang. Kemudian Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Cilacap, Pelabuhan Tanjung Perak, Pelabuhan Lombok, Pelabuhan Kupang, Pelabuhan Banjarmasin, Pelabuhan Pontianak, Pelabuhan Palangka Raya, Pelabuhan Maloy dan Pelabuhan Bitung,. Selanjutnya adalah Pelabuhan Makassar, Pelabuhan Ambon, Pelabuhan Halmahera, Pelabuhan Sorong, Pelabuhan Jayapura dan Pelabuhan Merauke. Selain sarana fisik 24 pelabuhan strategis tersebut, pemerintah juga berencana membangun infrastruktur penunjang tol laut, “short sea shipping”, fasilitas kargo dan kapal, pengembangan pelabuhan komersial, dan pembangunan transportasi multimoda.
Baca Juga : Pertahanan di Wilayah Flash Points
Pengembangan ke 24 pelabuhan ini tidak lepas dari Indonesia sebagai Negara Maritim dengan total panjang garis pantai Indonesia 81 ribu km yang terbentang sepanjang Samudera India, Selat Malaka, Laut Cina Selatan, Laut Jawa, Laut Sulawesi, Laut Maluku, Samudera Pasifik, Laut Arafura, Laut Timor, dan di wilayah pulau-pulau kecil lainnya. Menyatu dengan Kepulauan Indonesia terdapat beberapa alur laut yang berbobot strategis ekonomi dan militer global, yaitu Selat Malaka (yang merupakan SLOC), Selat Sunda (ALKI 1), Selat Lombok dan Selat Makassar (ALKI 2), dan Selat Ombai Wetar (ALKI 3). Sebagian besar pelayaran utama dunia melewati dan memanfaatkan alur-alur tersebut sebagi jalur pelayarannya.
Pembangunan ke 24 pelabuhan ini tidak lepas dari upaya memaksimalkan pemanfaatan SLOC maupun ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) tersebut di atas. Indonesia bisa meraih banyak keuntungan dari modalitas maritim ini untuk mengakselerasi pertumbuhan di berbagai kawasan di Indonesia (khususnya Kawasan Timur Indonesia), membangun daya saing maritim, serta meningkatkan ketahanan dan kedaulatan ekonomi nasional. Untuk memperoleh manfaat dari posisi strategis nasional, upaya Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia perlu memanfaatkan keberadaan SLOC dan ALKI sebagai jalur laut bagi pelayaran internasional.
TNI Harus Hadir Dan Mendorong Pettumbuhan Ekonomi
Hal ini telah di respon dengan baik oleh angkatan. TNI AU, misalnya, tengah mengkaji sekaligus menyiapkan pangkalan-pangkalan yang terletak di wilayah pulau-pulau kecil terluar. Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama Jemi Trisonjaya, di Jakarta, Minggu (19/3), menjelaskan, TNI AU tengah memperkuat pertahanan di wilayah perbatasan dengan intensif. TNI AU akan menambah 12 radar untuk memantau wilayah perbatasan agar bisa melaksanakan operasi-operasi di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif dengan lebih efektif.
TNI AU ingin membangun alat utama sistem persenjataan sesuai rencana strategis, di antaranya dengan pengadaan Multirole Transport Tanker Refueling (MTTR) dan pesawat Airborne Warning And Control System (AWACS) atau pesawat peringatan dini dan kendali. Dngan kedua alat ini memungkinkan dilakukan operasi jarak jauh. Idenya adalah Integrasi pesawat tempur dengan AWACS, pesawat intai strategis, kapal laut, dan kekuatan darat akan menuju terbangunnya pusat jaringan perang elektronik atau Network Centric Electronic Warfare. TNI AU juga berkomitmen mendukung tol udara dengan pesawat angkut beratnya. Pesawat angkut bisa bekerja dengan kementerian terkait untuk memudahkan distribusi barang di daerah. “Seperti di Papua, pesawat angkut TNI AU bisa membantu pemerintah untuk mengangkut barang-barang,” kata Jemi.
Baca Pula: Pertahanan Penjaga Poros Maritim
Sementara TNI AL, dalam tugasnya menjaga perbatasan laut, juga berupaya mengurangi penyelundupan. Selain itu, TNI AL juga dapat membantu lewat program teritorialnya, yakni membantu menguatkan potensi maritim warga yang diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Mulai dari budidaya rumput laut hingga memelihara hutan bakau agar ikan-ikan mendapat sumber makanan sehingga akhirnya bisa jadi sumber untuk masyarakat di perbatasan,” kata Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama Gig Sipalsuta.
TN AL sudah membagi habis wilayah laut secara operasi untuk keamanan laut dan gugus tempur laut. Untuk operasi, limitasinya ada pada konsumsi bahan bakar yang mahal. Apalagi, dengan wilayah ZEE yang sangat luas. Oleh karena itu, agar efektif dan efisien, TNI AL tidak lagi hanya mondar-mandir di laut. “Istilahnya, kita sekarang enggak lagi gergaji laut, mondar-mandir. Akan tetapi, dengan pesawat patroli dulu,” kata Gig Sipalsuta. Program “mengergaji laut” terpaksa dilakukan karena lemahnya kemampuan monitoring yang dimiliki oleh TNI-AU. Khususnya lagi, karena belum sinerginya kemampuan Radar Sipil dan Radar Militer.
Penambahan Kekuatan Armada
Sejalan dengan rencana Markas Besar TNI menggelar kekuatan di luar Jawa, TNI AU tengah menyiapkan pembangunan pangkalan udara di Morotai, Biak, Selaru, dan Natuna. TNI AU juga akan menambah 12 pangkalan radar melengkapi 20 satuan radar yang sudah beroperasi. “Pembangunan fasilitas tersebut sejalan dengan program pemerintah membangun pembangkit listrik sehingga pangkalan udara juga dapat beroperasi melayani penerbangan malam untuk menjaga wilayah NKRI di perbatasan,” kata Kepala Staf TNI AU Marsekal Hadi Tjahjanto dalam pembukaan Rapat Pimpinan TNI AU di Mabes TNI AU, Cilangkap, Selasa (24/1).
Menurut Panglima TNI, akan ada pembentukan armada baru. Selama ini, Indonesia baru memiliki dua armada, yaitu Armada Timur yang berpusat di Surabaya dan Armada Barat di Jakarta. Rincian tentang rencana pembentukan armada baru itu akan diajukan kepada Presiden. “Tidak ada pembentukan Kodam (Komando Daerah militer TNI AD) dan Koops (Komando Operasi Angkatan Udara) baru,” Sebelumnya, Kepala Staf TNI AL Laksamana Ade Supandi mengatakan, TNI AL membutuhkan armada baru karena sifat prajurit matra laut yang terus bergerak. Menurut Ade, diperlukan armada baru untuk mengawasi komando wilayah yang sifatnya permanen. Dengan adanya Armada Tengah, pengalihan komando pengendalian lebih efektif. Selama ini, Komando Armada Timur terbentang dari perairan Tegal hingga Papua. Wilayah ini dianggap terlalu luas untuk operasi sehingga akan lebih efektif kalau ada dua komando pengendalian.
TNI-AL juga akan dapat Kapal selam baru kelas Changbogo buatan Korea Selatan dengan kerja sama teknis Indonesia; dijadwalkan beroperasi tahun 2017. Kepala Staf AL Laksamana TNI Ade Supandi di Mabes TNI AL, Jumat (3/3), mengatakan, kapal selam tersebut sedang menjalani uji coba dan sudah turun galangan tahun lalu di Korea Selatan. “Kapal selam itu selanjutnya dikirim ke Surabaya untuk dilengkapi bekerja sama dengan PT PAL. Awak dan kapal selam sedang disiapkan,” kata Ade. Pembangunan kapal selam lanjutan di Surabaya merupakan bagian dari kesepakatan offset pembangunan kapal selam kelas Changbogo antara Indonesia dan Korea Selatan.
Selain kapal selam, juga akan ada kapal perang baru, seperti Perusak Kawal Rudal (PKR), yang juga dibuat bersama PT PAL dengan galangan Damen Schelde, Belanda, dan kapal-kapal patroli cepat. Kapal-kapal tersebut juga akan memperkuat armada TNI AL tahun ini. Hal lain yang tengah dimatangkan adalah pemekaran Pasukan Marinir 3 di Sorong, Papua Barat. Saat ini terdapat Pasukan Marinir 1, Pasukan Marinir 2, dan Brigade Infanteri 3 Marinir di Lampung beserta Batalyon Marinir Pertahanan Pangkalan (Yon Marhanlan) di setiap Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) di seluruh Indonesia. Pembangunan kekuatan tersebut untuk mendukung program Poros Maritim Indonesia.