Perbatasan, Jangan Pernah Mengandalkan Tetangga

Perbatasan, Jangan Pernah Mengandalkan Tetangga

Oleh harmen batubara

Indonesia – Australia adalah dua negara tetangga, dua negara yang selamanya tidak pernah mempunyai kesamaan pandangan yang memadai. Karena memang dua negara mempunyai latar belakang yang sangat berbeda dan punya kepentingan nasional yang jauh berbeda. Australia sangat menghargai dan menghormati “sekutu dan kepentingan negara-negara sekutunya” sementara Indonesia adalah negara non blok dengan politik bebas aktif. Jadi sebaik apapun hubungan bilateral itu, tetapi kalau sudah berhadapan dengan kepentingan nasional dan sekutunya, maka posisi persahabatan dengan Indonesia sama sekali tidak akan jadi bahan pertimbangan. Secara normative Australia akan tetap berusaha untuk menjadi negara tetangga yang baik, tetapi sejauh itu untuk kebaikan negaranya sendiri. Satu-satunya cara untuk membuat mereka “respek” kepada Indonesia adalah kalau Indonesia bisa menjadi negara yang maju, demokratis, transparan bebas korupsi dan kuat secara militer.

Pertahanan Perbatasan, Jangan Pernah Mengandalkan Tetangga
Pertahanan Perbatasan, Jangan Pernah Mengandalkan Tetangga

Cobalah kita perhatikan hubungan kedua negara, tidak pernah menyentuh “rasa persahabatan” dengan negara tetangga. Yang mengemuka adalah, kecurigaan ketidak harmonisan dan ketidak percayaan. Pertemanan hanya sebatas kalau tidak menyinggung kepentingan masing-masing pihak dan para sekutunya. Cobalah simak terkait hubungan kedua negara selama ini. Australia pernah menghentikan latihan dengan unit Kopassus Indonesia karena tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur pada 1999. Saat Amerika ingin agar Timor Leste di lepaskan, maka Australialah yang jadi ujung tombaknya.

Baca Juga : Pertahanan, Bangga Dengan Produk AlutSista Sendiri 

Tidak lama kemudian hubungan dipulihkan ketika kerjasama soal kontraterorisme menjadi sangat mendesak menyusul peristiwa Bom Bali tahun 2002 yang menewaskan 202 orang, termasuk 88 warga Australia. Hubungan  itu terus membaik beberapa tahun sesudahnya. Kemudian pada 2013, Indonesia menangguhkan latihan juga karena menuduh Australia melakukan pengintaian dan penyadapan telepon. Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan orang-orang terdekatnya menjadi sasaran. Hubungan  itu kemudian pulih kembali pada 2014.

Setelah itu di ahir tahun 2016 TNI kemudian memberlakukan peundaan kerja sama militer itu kembali. Sejumlah laporan terkait alasan utama penundaan kerja sama militer Indonesia dan Australia bermunculan. Hingga saat ini, Kamis (5/1/2016), belum ada yang dikonfirmasi oleh militer kedua negara. Menurut Guardian Australia, isu ini berembus saat seorang anggota Kopassus di barak militer  Campbell di Perth, Australia barat, merasa ada materi yang melecehkan Indonesia. Menurut situs berita Australia, 9news, ada poster yang memuat Pancasila namun menyebutnya Pancagila.

Selain itu, ada materi yang menyebut soal okupasi militer di Papua Barat. Laporan menyebut pasukan keamanan Indonesia, termasuk Kopassus telah membunuh banyak orang di Papua Barat sejak 1969. Indonesia juga disebut melakukan pelanggaran HAM di Timor Timur. Sydney Morning Herald juga mengutip pernyataan Direktur Eksekutif Institute for Defence, Security and Peace Studies di Indonesia, Mufti Makarim pada Fairfax Media.

Mufti mengatakan ada pesan yang menyebar di aplikasi pesan Whatsapp yang menyebut permohonan penyelidikan kasus ini pada 9 Desember. Menurut pesan yang belum dikonfirmasi ini, anggota Kopassus menemukan materi ofensif di kelas pelatihan, termasuk tentang pemimpin militer Indonesia, Sarwo Edhie Wibowo yang disebut sebagai pembunuh massal. Juga soal anggota TNI yang membunuh temannya saat mabuk. “Setelah anggota ini pulang ke Indonesia, ia langsung melapor,” kata pesan tersebut.

Juga masih ada satu peristiwa terbaru lagi terkait pengibaraan Bendera OPM di KJRI Melbourne. Pemerintah Indonesia mengecam keras aksi yang dilakukan oleh simpatisan kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang melakukan penerobosan dan pengibaran bendera Bintang Kejora di gedung KJRI Melbourne. pada Jumat, 6 Januari 2016. Pemerintah melalui Kemlu telah menyampaikan protes kepada Australia mengenai insiden itu. Menlu Retno Marsudi sudah berkomunikasi dengan Menlu Julia Bishop dan menekankan agar Australia sesuai konvensi Wina agar melindungi perwakilan diplomatik dan konsuler. Dalam pembicaraan telepon, Bishop mengatakan prihatin atas kejadian itu. Dia juga menjanjikan peningkatan keamanan bagi perwakilan Indonesia di seluruh negara bagian Australia.”Pemerintah Australia juga berkomitmen untuk menangkap pelakunya.

Indonesia Harus Jadi Negara Kuat

Ke depan Indonesia haruslah terus membangun negara ini agar jadi negara makmur sejahtera, negara demokrasi yang transparan dan bebas korupsi serta kuat secara militer. Indonesia meski secara perlahan harus terus berbenah membangun pertahanannya meski Pertahanan Udara di wilayah timur Indonesia saat ini masih jauh dari memadai, terlebih lagi untuk wilayah NTT.  Padahal wilayah ini berbatasan langsung dengan Timur Leste dan Australia. Saat ini Indonesia baru mempunyai Skuadron 11 Makassar dengan 16 unit pesawat tempur Su-27/30. Memang Timor Leste saat ini belum punya skuadron tempur, tetapi Australia?  Australia punya markas Angkatan Udara Australia RAAF Base di Darwin yang dilengkapi dengan puluhan pesawat tempur F/A-18 E/F Super Hornet dan E/A-18 Growler dan juga terdapat pangkalan Marinir Amerika Serikat. Masih ada lagi pangkalan Angkatan Udara di Tindall yang rencananya akan dilengkapi dengan 1 Skuadron pesawat tempur F-35 A.

Baca Juga : Perbatasan Natuna, Agresivitas China dan Kedaulatan Bangsa

Australia adalah tetangga dengan logika “barat” yang tidak punya “unggah-ungguh”, kecuali berkaca pada kepentingan nasional dan sekutu-sekutunya; prioritas mereka ada di sana. Masih ingat tahun 1999 lalu ketika terjadi peralihan kekuasaan di Timor Timur? Khususnya menjelang referendum kemerdekaan Timor Leste dari Indonesia. Hubungan Indonesia dan Australia sudah buntu dan tidak lagi logis, ketika itu hampir terjadi duel udara antara 2 unit Hawk-109/209 TNI AU dengan 2 unit F/A-18 Hornet Australia yang masuk ke wilayah udara Indonesia tanpa izin. Tepatnya tanggal 16 September 1999, dimana 2 unit F/A-18 Hornet Australia yang mencoba memasuki wilayah udara Indonesia di sekitar Nusa Tenggara Timur akhirnya berhasil di usir oleh 2 unit Hawk-109/209 milik TNI AU. Malam harinya setelah kejadian tersebut, Lanud El Tari Kupang kedatangan  8 unit F/A-18 Hornet Australia yang terbang diatas Lanud El Tari Kupang tanpa bisa dicegah TNI-AU. Memang 8 unit F/A-18 Hornet Australia ini hanya sekedar lewat atau fly pass tetapi sama sekali tanpa izin diatas pangkalan militer Indonesia. Suatu penghinaan yang amat keterlaluan.

Masih dalam memperkuat pertahanan. Mabes Angkatan Darat akan membangun 2 kompi kavaleri di wilayah Korem 161/Wirasakti (NTT) dalam rangka memperkuat sistem pertahanan keamanan di perbatasan Indonesia-Timor Leste dan Indonesia-Australia.”Ada dua lokasi yang nantinya dijadikan tempat untuk pembangunan kokav tersebut, yakni di Kabupaten Belu yang berbatasan dengan Timor Leste dan satu lagi di Kabupaten Kupang, tepatnya di Naibonat,” kata Komandan Korem 161/Wirasakti Kupang Brigjen TNI Heri Wiranto di Kupang, Jumat (27/5/2016).

Hal senada juga oleh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU) El Tari Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) saat ini juga sudah mulai membangun radar pertahanan udara di Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD).Hal ini dilakukan pihak TNI-AU sebagai langkah menjaga pertahanan keamanan udara di Nusa Tenggara Timur (NTT).“Kami akan bangun satuan radar pertahanan udara di wilayah Kabupaten SBD, sebagai wujud pertahanan udara di wilayah selatan Indonesia, dan meningkatkan Paskhas Kompi C menjadi detasemen pertahanan udara di wilayah Kupang,” kata Komandan Pangkalan Udara (Danlanud) El Tari Kupang, Kolonel Penerbang Jorry Koloay kepada wartawan, Sabtu, 9 April 2016. Sebagai pemerhati kita menyarankan agar pemerintah juga perlu menjadikan Lanud Eltari Kupang menjadi salah satu pangkalan Skuadron yang dilengkapi dengan pesawat tempur, minimal setara dengan Skuadron Makassar, hal yang sama kita harapkan dibangun juga di Pulau Biak. Semua itu masih jauh dari memadai. Tapi satu hal yang perlu terus di kobarkan adalah untuk tetap menjaga TNI sebagai militer professional, yang dipersenjatai dengan baik serta di gaji dengan baik pula. Semua itu baru bisa dilakukan, kalau Indonesia bisa menjadi negara yang kuat dan sejahtera.