Bersinergi Menjaga Kedaulatan Negara di Papua

Bersinergi Menjaga Kedaulatan Negara di Papua

Oleh harmen batubara

Ketika kapal-kapal Penangkap Ikan China secara illegal bergembiara ria melakukan operasinya di laut ZEE kita di Natuna Utara. Rasanya seperti percaya tak percaya. Pertama, kok China melakukan hal seperti itu di wilayah kita? Masak sih Negara sahabat sama sekali nggak ada unggah ingghunya? Walaupun ia punya klaim yang berbeda dengan kita, tetapi seharusnya dia datang dengan cara-cara yang baiklah. Yah sebuah pelajaran bahwa Pertahanan itu memang sesuatu yang mahal. Sebagai pemerhati perbatasan saya ikut senang dengan pola menjaga perbatasan yang digagas pa MenkoPolhukam ini. Kita menyadari, ANCAMAN kedaulatan terhadap Indonesia mulai dari perairan, pulau, hingga isu hak asasi manusi terus terjadi. Guna mengantisipasi hal itu, khususnya yang terkait Laut Natuna Utara, pemerintah melakukan sejumlah upaya termasuk memperbanyak aktivitas pemanfaatan sumber daya laut, kegiatan Patroli dan sekaligus menjaga wilayah itu.

Baca Juga : Lumpuhkan Pusat Kekuatan OPM

Mahfud menjelaskan klaim atas Natuna merupakan ancaman serius terhadap kedaulatan. Hal ini sama dengan upaya mendorong pemerintah melakukan pelanggaran HAM di Papua. Lebih menarik lagi, karena bila terjebak ke dalam isu yang sengaja dikembangkan pihak lain, kata dia, bukan mustahil skenario lepasnya Timor Timur atau Timor Leste terjadi juga terhadap Papua. Karena tuduhan itu bisa memberikan ruang bagi pasukan perdamaian masuk dan melahirkan opsi referendum. Nah ini dia yang menurut saya akan sangat menarik. Maka, lanjut Mahfud, pemerintah berhati-hati dalam mengatasi persoalan di Papua. Pemerintah pun tidak mau melalui pendekatan militer, namun PENEGAKAN HUKUM. “Ancaman lain berupa ideologi yang mengarah pada menolak Pancasila dengan berbagai cara yang meliputi ujaran kebencian, diskiminatif, dan sikap lainnya,” terangnya.

Ya bahasa penegakan hukum. Selama ini hal inilah yang menjadi titik lemah Negara dalam menjaga Kedaulatannya. Coba kita bayangkan, banyak orang berujar seenak udelnya, banyak warga yang mencaci maki dan menyebarkan berita bohong tetapi kurang di respon oleh aparat terkait secara signifikan. Kedepan kita ingin agar penegakan hukum ini terus disinergikan oleh berbagai intansi terkait. Kalau terkait kedaulatan Negara di laut (Natuna) dengan pola yang dilakukan MenkoPolhukam dan Bakamla yang mensinergikan 13 institusi terkait untuk melaksanakannya. Maka kita ingin juga kalau hal itu terjadi terhadap gerakan separatism. Kita ingin berbagai institusi terkait ikut ambil bagian untuk mengeliminasi kegiatan para separatismesme itu. Kita ingin jangan hanya mengedepankan PolRi dan TNI, tetapi kita ikutkan Kemdagri dan jajarannya; Kemenhukam, KemenPertanian, KemenPUPR, Kemensos, Kemen Info dan Kementerian/Lembaga terkait lainnya. Kita ingin agar warga di daerah separatism itu di sejahterakan, dan hukum di tegakkan.

Terobosan Baru Untuk Sebuah Perubahan

Satuan TNI Terintegrasi di Natuna, Kepulauan Riau, sebenarnya sudah diresmikan. Pembangunan kekuatan ini menunjukkan respons TNI terhadap perkembangan geopolitik di kawasan, terutama eskalasi di Laut China Selatan. Hal itu disampaikan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto saat meresmikan Satuan TNI Terintegrasi Natuna di Pelabuhan Faslabuh TNI Angkatan Laut, Selat Lampa, Natuna, Selasa (18/12/2018). Hadi mengatakan, satuan yang menggabungkan matra darat, laut, dan udara ini adalah bentuk pembangunan kekuatan TNI agar bisa memberikan daya tangkal terhadap ancaman di perbatasan. Menurut Hadi, tujuan pembangunan Satuan TNI Terintegrasi adalah sebagai bentuk respons atas situasi geopolitik di Laut China Selatan yang terus mengalami eskalasi.

Satuan TNI Terintegrasi mulai dibangun tahun 2016. Hadi menjelaskan, ke depan Satuan TNI Terintegrasi direncanakan menjadi Komando Gabungan Wilayah Pertahanan. Ia menambahkan, walaupun sudah diresmikan, menurut rencana akan banyak pengembangan dilakukan di Natuna. Komando Tri Mtra atau Komando Wilayah Gabungan telah mulai di rancang pada saat era Presiden SBY. Pada waktu itu, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) telah menyusun struktur baru untuk membangun pertahanan Indonesia yang lebih kuat. Struktur baru itu dinamakan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan). Panglima komando akan dijabat oleh jenderal bintang tiga.

Baca Pula   :  China Yang Kuat dan Stabilitas di Kawasan

 “Struktur baru ini dibentuk untuk memperkuat koordinasi operasi TNI dalam mempertahankan wilayah Indonesia. Ada beberapa alternatif, bisa empat, tiga, atau dua komando gabungan (kogab). Kalau empat kogab, akan ada Timur, Tengah, Barat, dan Pulau Jawa. “Tapi, keputusan ada di tangan Presiden. Dalam waktu dekat akan diputuskan oleh Presiden,” kata Purnomo[1]. Dibentuknya Kogabwilhan ini sangat penting dalam pelaksanaan operasi mengingat luasnya wilayah Indonesia. Pembentukan struktur baru ini juga sudah sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2010 tentang Organisasi TNI.Penambahan struktur baru ini, ungkap Wakil Menhan Sjafrie, tidak akan menambah jumlah anggota TNI. Kebijakan Kemhan untuk 2014 terkait sumber daya manusia (SDM) adalah tidak ada pertumbuhan (zero growth).”Kebijakan SDM zero growth. Kami hanya mengganti personel-personel yang pensiun. Kalau tahun ini pensiun ada 13.000 personel, ya kami akan rekrut 13.000 orang,” kata Sjafrie. Jumlah anggota TNI ini saat ini sudah cukup besar, sekitar 500 ribu.

Apa yang dilakukan China di Natuna Utara, tentu bukan berarti kita juga akan menindaknya dengan semena-mena. Kita ingin persahabatan dua Negara tetap terjaga dan berbagai keinginan mereka agar ikut memanfaatkan potensi laut Natuna Utara bisa kita layani kalau mereka memakai tata cara antar dua Negara yang bersahabat. Karena itu pula. Saat ini sebanyak 13 kementerian dan lembaga sudah menyepakati kerja sama pengawasan dan pemanfaatan sumber daya ikan di Laut Natuna Utara. Langkah ini sebagai bentuk penegasan dalam menjaga kedaulatan dengan memacu kegiatan ekonomi dan kehadiran negara di Natuna.

“Guna menjamin kelancaran dan keamanan kegiatan ini, seluruh instansi keamanan laut mendapatkan tugas untuk melaksanakan pengawasan dan pengamanan. Itu akan dilakukan mulai dari kegiatan lintas laut dan pengamanan kegiatan penangkapan ikan di laut natuna utara hingga kegiatan membawanya ke sentra kelautan dan perikanan terpadu Selat Lampa,” ujar Aan Kurnia.

Menurut dia, kegiatan pengamanan aktivitas nelayan di perairan Natuna Utara itu sesuai perencanaan dari Kemenpolhukam, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta lembaga dan kementerian terkait. Landasannya untuk meningkatkan keamanan serta aktivitas pemanfaatan sumber daya ikan laut Natuna. Aan mengatakan Bakamla bersama 12 kementerian dan institusi lain termasuk asosiasi nelayan akan melaksanakan dua fungsi itu. “Kapal ikan yang akan dimobilisasi asosiasi nelayan serta PT Pertamina yang akan bertugas menjaga ketersediaan bahan bakar minyak bagi kapal ikan dan kapal patroli yang beroperasi.

Idealnya lagi, kita ingin medorong agar para nelayan kita itu bisa naik kelas dengan cara mampu meningkatkan usahanya sehingga mereka mempunyai Kapal yang lebih besar Gros Ton nya, demikian juga dengan teknolginya serta kemampuan SDM nya, Kita ingin agar kegiatan “Patroli Kedaulatan di Natuna ini” secara tidak langsung nantinya bisa membesarkan atau meningkatkan  kemampuan menangkap ikan mereka di Natuna, menjadi Nelayan yang lebih mumpuni.

Perlu Sinergitas K/L Uperasional di Papua

Hal yang sama juga kita harapkan Menkopolhukam bisa melakukan hal yang sama di daerah Papua. Apa yang ingin kita katakan adalah, kita ingin kemampuan TNI didukung dalam melakukan upaya merebut hati rakyat; yakni dengan jalan memberikan kehidupan yang lebih baik bagi warga saparatis. Artinya mesti para suami mereka di perangi, akan tetapi sebaliknya keluarganya tetap diberdayakan. Maksudnya TNI dan Kementerian terkait berkenan membangunkan mereka dengan berbagai fasilitas sebagaimana yang diterima oleh para transmigran. Misalnya setiap keluarga akan mendapatkan lahan 2 Ha, di lahannya dibuatkan rumah, tanahnya di olah hingga siap tanam, diberikan bibit (terserah mau kopi, sahang, karet, dll yang sesuai dengan jenis tanahnya dan laku di daerah itu), diberikan pupuk, diberikan obat hama dan diberikan tenaga penyuluh yang bisa membimbing mereka bertani. Intinya mereka diberdayakan dan anak-anak mereka di sekolahkan, dan kesehatannya di perhatikan. Idenya adalah membuat warga di daerah saparatis itu jauh lebih sejahtera dan secara nyata.

Pada wilayah atau territorial binaannya praktis TNI memetakan secara telaten dua pola. Pertama terkait pergerakan dan dinamika para anggota separatis itu sendiri, sehingga tahu betul kekuatan dan kemampuan mereka dan secara perlahan “melumpuhkan” kekuatan dan keinginan para separatis itu untuk melakukan perlawanan. Kedua, terkait keberhasilan usaha pertanian/perkebunan para keluarga separatis itu sendiri. Artinya memastikan bahwa pertanian/perkebunan mereka berhasil dan kegiatan pendidikan atau sekolah anak-anak mereka berhasil dengan baik. Dari hal seperti ini, dipercaya aka nada perubahan yang terjadi di daerah-daerah separatism itu.

Selama ini kita tidak melihat sesuatu yang khas serta dikemas untuk diperuntukkan bagi penanganan para penggiat separatism. Polanya hanya sejenis “memadam kebakaran”. Kalau persoalannya lagi “mengendap” maka semua berjalan sebagaimana biasa. Tetapi kalau separatism itu muncul, maka dilakukan pulalah operasi “penumpasan” teroris, begitu seterusnya. Padahal kita percaya, kalau pengalaman TNI dan berbagai elemen bangsa lainnya dimanfaatkan dengan tepat, kita percaya Indonesia mempunyai kemampuan yang tidak terbantahkan dalam hal menangani masalah separatism. Sayang kalau potensi semacam itu tidak dimanfaatkan untuk kebaikan bersama dalam membangun bangsa. Apa yang dilakukan MenkoPolhukam di Natuna patut di coba di Papua.