Saatnya Menata Keamanan Pertahanan di Perbatasan

Saatnya Menata Keamanan Pertahanan di Perbatasan

Oleh Harmen Batubara

Permasalahan Laut China Selatan kian jelas, bagi kita itu adalah permasalahan  perebutan dan mempertahankan hegemoni antara dua kekuatan Dunia antara  Amerika dan China. Meskipun kondisinya masih terkendali. Tetapi hal itu telah bisa membuka mata Kita bahwa Pertahanan Perbatasan Indonesia sudah saatnya di perhatikan kembali.

Seleksi Seskoad
Seleksi Seskoad

Peluang dan tantangan pengelolaan pertahanan dan keamanan perbatasan negara terkait kondisi global dipengaruhi oleh isu-isu geostrategis, geopolitik, geoekonomi dan keamanan. Disatu sisi Posisi ini memberikan peluang besar bagi Indonesia, namun di sisi lain juga memberikan berbagai tantangan dan ancaman. Posisi silang menempatkan Indonesia pada peran krusial sekaligus potensi rawan terhadap kompleksitas permasalahan, baik isu mengenai tapal batas (border), keamanan nasional (national security) atau keamanan manusia (human security), penyelundupan barang. Waktunya kita kini melihat kembali pada berbagai kerja sama atau bentuk-bentuk kerjasama yang kita miliki di kawasan perbatasan ini : Misalnya  1. Kerjasama lintas batas antarnegara;  2. Kerjasama ekonomi kawasan seperti ASEAN Community, Indonesia Malaysia Singapore Growth Triangle (IMS-GT), BIMP – EAGA (Brunei, Indonesia, Malaysia and Philippines – East ASEAN Growth Area), Indonesia Malaysia Thailand- Growth Triangle (IMTGT) dan Austraian-Indonesia Development Area (AIDA);  3. Kerjasama politik dan keamanan dilakukan untuk menjamin adanya koordinasi dan stabilitas pertahanan dan keamanan kawasan perbatasan;  4.  Kerjasama batas negara kerjasama atau perjanjian batas negara penting untuk menjamin kedaulatan negara atas negaranya ; 5.  Kerjasama sosial budaya kawasan perbatasan secara nonformal telah lama terjalin diseluruh kawasan-kawasan perbatasan di Indonesia. Kerjasama ini berlangsung secara alami karena terdapat hubungan emosional maupun tali persaudaraan di kawasan perbatasan.

Seringnya media massa memberitakan perihal berbagai kegiatan di wilayah perbatasan secara tidak seimbang, dan serba sepotong-sepotong  sering memberikan kesan seolah-olah wilayah perbatasan kita tidak di jaga sama sekali. Pembangunan ekonomi perbatasan, juga adalah bagian dari pertahnan itu sendiri. Kemudian ada pula yang mempertanyakan masalah pengamanan dan pertahanan di wilayah perbatasan dengan berbagai kegiatan yang serba illegal itu? Bagaimana sebenarnya duduk perkara? Seperti apa sebenarnya tingkat koordinasi dan komando trimarta RI di Perbatasan? Sudah seperti apa BNPP dalam mengembangkan Potensi perekonomian perbatasan? Sejauh mana pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah Jokowi bisa dimanfaatkan oleh Pemda dalam membuka dan menghadirkan peluang ekonomi di perbatasan?

Baca Juga : Gelar Kekuatan TNI dan Kesejahteraan Bangsa

Pada dasarnya, ada tiga persoalan mendasar yang terkait kawasan atau wilayah perbatasan, pertama terkait dengan pembangunan (infrastruktur dan ekonomi), kedua persoalan penegasan dan penetapan garis batasnya sendiri, dan yang ketiga persoalan pertahanan dan pengamanan wilayah perbatasan. Terkait dengan Pembangunan Infrastruktur di wilayah perbatasan, secara fakta sebenarnya sudah ada program pembangunan yang masing-masing di miliki oleh Pemda dan pemerintah pusat hanya saja belum terprogram dan terimplementasi secara terpadu. Ditambah lagi selama ini persoalan keterisolasian Perbatasan sering jadi kendala. Logikanya? Bagaimana mau membangun? Kalau sarana ke lokasi tersebut belum ada, atau lokasinya belum bisa didatangai. Disamping persoalan laten, yakni masih adanya tumpang tindih kepentingan kementerian/lembaga terkait yang menangani wilayah perbatasan. Terus terang itu zaman dahulu? Sekarang kan sudah sangat berbeda?

Pemerintahan Jokowi-JK telah membuka isolasi perbatasan. Tidak tanggung-tanggung.  Jalan parallel perbatasan yang selama ini hanya impian, langsung diwujudkan; 9 Pos Lintas Batas PLBN di bangun kembali dengan megah, dan membanggakan. Tol Luat dan Tol Udara di bangun, sasarannya jelas membuka isolasi wilayah perbatasan secara total. Desa-desa perbatasan di bangun lewat Dana Transfer Desa, program yang tiada duanya di Dunia dan dinilai berhasil membuat desa “menggeliat” membangun dirinya sendiri. Jokowi juga mengeluarkan program peremajaan KEBUN RAKYAT mulai dari kebun Sawit, berikutnya kebun Karet, Kebun Sahang Dll Suatu strategi yang dipercaya akan mampu menjadikan Perbatasan Halaman Depan Bangsa. Tapi seperti apa Pemda perbatasan dalam menyikapinya? Hal itulah yang sering tidak atau belum terlihat.

Membangun Kekuatan Pertahanan Perbatasan

Pemerintah sendiri telah membuat UU No.43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara dan mengeluarkan Perpres No.12 Tahun 2010 tentang pembentukan Badan Nasional Pengelola Perbatasan, yang diharapkan sebagai simpul yang mampu secara efektif memadukan kebijakan dan implementasi di lapangan sehingga pelaksanaan pembangunan Ekonomi dan Pertahanan di wilayah perbatasan dapat sinergis, fokus dan sistematis. Tetapi sejauh ini, belum terlihat peran seperti itu dimainkan oleh BNPP.

Pertahanan dan pengamanan wilayah perbatasan khususnya yang secara langsung berbatasan dengan Negara tetangga. Perbatasan seperti ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan sistem pertahanan nasional, sehingga gelar pasukanTNI ( darat,laut dan udara, yang tercakup dalam komando kewilayahan, Armabar,Armatim dan Koops I dan II) dalam gelar pasukannya telah menjadikan wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar (PPKT) sebagai bagian NKRI dan berada dalam sistem pertahanan Trimatra tersebut.

Untuk perbatasan RI-Malaysia di Kalimantan misalnya, ketika perbatasan masih terisolasi Kementerian Pertahanan berencana untuk melengkapi system pemindaiannya dengan pesawat “drone” atau tanpa awak, bahkan meliputi kepulauan Natuna pula. Termasuk antisipasi masalah Laut China Selatan. Termasuk juga penempatan 12 stasiun Radar. Demikian pula terkait  pemindahan pasukan atau tepatnya penempatan pasukan di daerah-daerah perbatasan tersebut. Pangkalan TNI Angkatan Laut Nunukan pada bulan juli2017, mendapatkan Kapal Angkatan Laut (KAL) namanya Ambalat 1-13-45, bersamaan dengan empat daerah lainnya di bagian timur Indonesia masing-masing Pangkalan TNI Angkatan Laut Kepulauan Aru, Pangkalan TNI Angkatan Laut Sangalaki, Pangkalan TNI Angkatan Laut Melongwane dan Pangkalan TNI Angkatan Laut Tahuna. KAL Ambalat 1-13-45 buatan dalam negeri oleh PT Tesco Indo Maritim dengan spesifikasi panjang 28m, lebar 5,8 m dengan senjata berat mitraliur 20mm dan 12,7mm terpasang di bagian depan dan belakang kapal.

Kita bersukur, karena kegiatan illegal fishing telah memberikan kesadaran baru bagi TNI untuk segera memperkuat system pertahanannya di wilayah Natuna. Lanud Ranai akan di tingkatkan tipenya dari C ke B. Natuna akan dibuat layaknya KAPAL INDUK . Jadi basis militer AL, dan AU, ujar Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Pandjaitan, 23 Maret 2016 yang lalu. Menjadikan Natuna bagai Kapal Induk, jadi pusat pengendali lalu lintas udara di wilayah itu, punya superior terhadap serangan udara lawan, sebagai bunker logistik dan amunisi, untuk mensuplai perbekalan bagi pesawat-pesawat tempur TNI AU yang berpatroli di sekitar perairan tersebut.

Baca Pula : Pertahanan Natuna Mengamankan Sentra Perikanan Modern

Demikian juga dengan TNI Angkatan Udara yang akan menyiagakan empat unit pasukan khusus Korps Pasukan Khas (PASKHAS), di Pulau Natuna Besar. Pasukan ini dilengkapi dengan sistem rudal pertahanan udara Oerlikon Skyshield buatan Rheinmetall. Sistem rudal Oerlikon Skyshield merupakan sistem pertahanan udara modular termasuk meriam multirole otomatis 35 mm yang dapat menembak jatuh pesawat.  Saat ini baru pangkalan TNI AU Supadio, Halim Perdanakusuma, dan pangkalan udara Hasanuddin, yang sudah menggunakan sistem persenjataan ini. Tapi bagaimana realisasinya? Masih sangat tergantung kemampuan anggaran pemerintah. Pembangunan hanggar tambahan baru akan disiapkan untuk menampung delapan pesawat tempur. Pesawat-pesawat tempur itu mencakup Tempur Su-27, Su-30, F -16 yang hendak dibeli, dan fasilitas skuadron kendaraan udara tak berawak (UAV).

Rencananya ( sejak tahun 2012) akan ada tambahan 1 batalion Infantri dari Bukit Barisan. Markas batalion tersebut berada di daerah Sepempang, Kecamatan Bunguran Timur dengan nama Batalion Infanteri 135. Saat ini di sana baru ada dua Kompi C dan D dari Batalyon 134/Raider (Batam). Untuk membangun markas dan sarananya memerlukan anggaran dan waktu. Begitu juga dengan rencana untuk menyiagakan 4 helikopter AH-64E Apache di Natuna tentu perlu infrastruktur. Dalam darurat tentu bisa saja memanfaatkan Bivak dan bersifat mobile. Tetapi untuk mengoperasikan Heli sekelas Apache memerlukan sarana khusus dan itu perlu dipersiapkan.

Indonesia yang luas, memerlukan system pertahanan yang kuat dan terintegrasi.Proses pembangunannya memerlukan waktu. Dalam arti yang sebenarnya, gelar kekuatan TNI kita itu masih bagian dari masalah. Menjadi masalah karena sarana dan prasarananya tidak bisa mendukung. Seperti pasukan TNI kita yang digelar di sepanjang perbatasan. Pos nya sangat sederhana, tidak ada sarana penunjang berteknologi. Sebelum adanya jalan parallel perbatasan, Posko posko itu tidak beda jauh dari Pos hansip yang kita kenal. Untuk drop logistik mereka saja masih persoalan.Untuk melahirkan TNI yang professional, membutuhkan negara yang kuat secara ekonomi dan terbebas dari korupsi.

Pengaman wilayah kedaulatan NKRI dilandasi dengan semangat satu kawasan bersama dengan negara tetangga, yang juga di dasari semangat Asean, sehingga perbatasan bukanlah sebagai pemisah, tetapi sebaliknya diupayakan untuk di kerjasamakan. Namun demikian Kementerian Pertahanan (TNI) tetap harus menempatkan pos-pos pengamanan yang kredibel di seluruh perbatasan darat dan laut  yang terkoordinasi secara tri matra dan operasional.

Kolaborasi Dalam Membangun Pertahanan Wialayah Perbatasan

Dalam upaya meningkatkan pengembangan wilayah perbatasan diperlukan  kolaborasi antara kementerian, lembaga dan badan yang didalam tugas pokok dan fungsi bersentuhan untuk memajukan kawasan perbatasan mutlak dilakukan. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi overlapping program, dengan demikian pembangunan berjalan efektif dan efisien serta hasil pembangunan segara dirasakan masyarakat. Contohnya tugas membangun daerah pinggiran dan desa-desa kemudian dijalankan secara kongkrit oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Program Pengembangan Kawasan Beranda Indonesia (PKBI) merupakan salah satu program yang akan menjadikan perbatasan sebagai beranda negara yang berdaulat, berdaya saing, aman dan sejahtera. Program ini jelas sekali kiprahnya yakni berupaya untuk mempercepat pembangunan daerah perbatasan menjadi pusat-pusat perkotaan/jaringan simpul kegiatan khususnya perekonomian. Perbatasan akan menjadi pintu gerbang perdagangan internasional untuk kegiatan ekspor dan impor, simpul utama transportasi dengan negara tetangga, dan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong perkembangan kawasan. Untuk memaksimalkan program ini kegiatan transmigrasi perlu kembali digalakkan untuk membangun kawasan berbasis pemanfaatan potensi dalam membentuk suatu kesatuan sistem pengembangan ekonomi wilayah. Terbangunnya 10 Kota Terpadu Mandiri (KTM), 28 Kawasan Transmigrasi, dan 17 Satuan Pemukiman yang berada di daerah perbatasan adalah keniscayaan bahwa kawasan perbatasan akan mampu bangkit dan berkembang. Tahap berikutnya kolaborasi dengan Badan Koordinasi Penamaman Modal (BKPM) dalam upaya meningkatkan keterlibatan dunia usaha dalam mengembangankan investasi di daerah perbatasan.

Pembangunan kawasan perbatasan harus mengedepankan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach), dilengkapi pendekatan ekonomi (economy approach) mendorong investasi di daerah perbatasan sesuai dengan potensi dan peluang yang dimiliki, dengan memperhatikan aspek sosial budaya atau kearifan lokal serta memelihara stabilitas keamanan di kawasan perbatasan (security approach). Percepatan pembangunan kawasan perbatasan juga terkait dengan kesiapan Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Koordinasi dengan lintas sektor, penyiapan regulasi khusus merupakan perwujudan kebijakan asimetris yang menarik dan memudahkan dunia usaha untuk melakukan investasi di daerah perbatasan.

Pertahanan Di Perbatasan
Pertahanan Di Perbatasan