Minggu, 27 Juli 2025

Perseteruan Abadi-Mahathir Mohamad dan Anwar Ibrahim

Hubungan antara Mahathir Mohamad dan Anwar Ibrahim adalah salah satu dinamika politik paling kompleks dan berdampak dalam sejarah Malaysia. Dari kolaborator dekat hingga musuh bebuyutan, dan kemudian sekutu sementara, kisah mereka mencerminkan pasang surut kekuasaan, ideologi, dan ambisi pribadi.

Awalnya, Anwar Ibrahim adalah anak didik Mahathir yang paling menonjol. Mahathir, yang kala itu menjabat sebagai Perdana Menteri Malaysia, membawa Anwar ke dalam UMNO (United Malays National Organisation) pada tahun 1982. Dengan cepat Anwar naik pangkat, memegang beberapa jabatan menteri penting, termasuk Menteri Pendidikan dan Menteri Keuangan. Puncaknya, pada tahun 1993, Anwar diangkat sebagai Wakil Perdana Menteri, diposisikan sebagai penerus Mahathir yang jelas. Keduanya digambarkan sebagai duet yang solid, memimpin Malaysia melalui periode pertumbuhan ekonomi yang pesat dan modernisasi.

Namun, keretakan mulai muncul seiring waktu. Krisis Keuangan Asia pada tahun 1997-1998 menjadi titik balik krusial. Mahathir memilih pendekatan yang berbeda dalam menangani krisis, menolak saran IMF dan menerapkan kontrol modal. Anwar, di sisi lain, yang saat itu menjabat Menteri Keuangan, menganjurkan kebijakan yang lebih konvensional dan sesuai dengan rekomendasi IMF. Perbedaan pandangan ini memicu ketegangan yang mendalam.

Ketika Mahathir Memenjarakan Anwar Ibrahim.

Pada September 1998, Mahathir memecat Anwar dari semua jabatan pemerintahan dan dari UMNO. Tak lama setelah itu, Anwar ditangkap dan didakwa dengan tuduhan korupsi dan sodomi. Penangkapan dan persidangan Anwar memicu gelombang protes massal yang dikenal sebagai gerakan "Reformasi". Banyak pendukung Anwar percaya bahwa tuduhan tersebut bermotif politik dan bertujuan untuk menyingkirkannya sebagai saingan Mahathir. Anwar kemudian dihukum dan dipenjara, menandai akhir dari kemitraan politik mereka dan awal dari perseteruan pribadi yang sengit.

Selama hampir dua dekade berikutnya, Mahathir tetap berkuasa, sementara Anwar mendekam di penjara atau menghadapi larangan politik. Namun, roda politik berputar. Pada tahun 2016, Mahathir, yang telah pensiun dan kemudian keluar dari UMNO, membuat langkah mengejutkan dengan bersekutu dengan oposisi, termasuk partai yang didirikan oleh Anwar, Parti Keadilan Rakyat (PKR). Koalisi ini, Pakatan Harapan (PH), dibentuk dengan tujuan menggulingkan pemerintahan Barisan Nasional yang telah lama berkuasa.

Bersama Menggulingkan Lawan.

Dalam Pemilihan Umum ke-14 pada tahun 2018, Mahathir dan Anwar, dengan Anwar yang masih di penjara tetapi diberi pengampunan kerajaan jika PH menang, berhasil menciptakan sejarah. PH memenangkan pemilu, mengakhiri dominasi Barisan Nasional selama enam dekade. Mahathir kembali menjadi Perdana Menteri, dan berjanji untuk menyerahkan tongkat estafet kepada Anwar setelah masa transisi. Namun, janji ini tidak pernah sepenuhnya terwujud. Ketegangan kembali muncul di antara faksi-faksi dalam koalisi, yang akhirnya menyebabkan runtuhnya pemerintahan PH pada awal tahun 2020 dan membuka babak baru ketidakpastian politik di Malaysia.

Perseteruan antara Mahathir dan Anwar adalah kisah tentang dua tokoh politik raksasa yang, meskipun memiliki visi yang berbeda, telah secara fundamental membentuk lanskap politik Malaysia. Hubungan mereka, penuh dengan pasang surut dan intrik, terus menjadi subjek analisis dan diskusi di kalangan pengamat politik.